Ilham Sopu Pengajar pada Madrasah Aliyah Nuhiyah Sulawesi Barat

Makna dan Implementasi Ayat Iqra Secara Holistik

2 min read

Peradaban yang dibangun oleh Muhammad saw adalah kombinasi peradaban intelektual dan religius. Ada dua aspek yang sangat menonjol dalam peradaban ditawarkan oleh Muhammad saw yaitu peradaban iqra’ dan peradabab wa-sjud (sujud). Sangat menarik karena ayat pertama diturunkan Tuhan kepada Muhammad adalah yang berkaitan dengan aspek intelektual. Artinya, peradaban itu harus dikonstruksi dengan motivasi untuk mengembangkan aspek keilmuan atau intelektual.

Secara kebahasaan Tuhan menggunakan kata perintah atau fi’il amar dalam ayat pertama surah al-Alaq. Dalam kaidah fiqhiyah, ada ungkapan “al-Ashl fī al-amr li al-wujūb“, asal dari perintah adalah wajib. Maka perintah membaca di wahyu yang pertama turun adalah wajib, membaca itu adalah suatu keniscayaan.

Umat yang malas memanfaatkan fasilitas baca yang akan mengalami ketertinggalan. Betapa luasnya objek bacaan yang disiapkan oleh Tuhan untuk manusia. Perintah iqra’ di surah al-Alaq ini tidak punya objek. Dalam kajian kebahasaan, fiil muata‘addī yang tidak punya objek, maka objeknya bersifat umum, bukan saja ayat ayat qaulīyah tetapi juga ayat ayat kaunīyah. Betapa Mahamurah Tuhan yang telah menghamparkan hidangan bacaannya yang begitu luas kepada manusia; membaca secara holistik. Hanya manusia yang mampu menangkap fasilitas yang telah disiapkan oleh Tuhan di atas bumi ini. Makhluk makhluk yang lain hanya menikmati fasilitas tapi tidak mampu untuk berkreasi.

Dalam ayat satu sampai lima dari surah al-Alaq, ada dua fasilitas yang diberikan oleh Tuhan kepada Muhammad dan umat manusia secara keseluruhan, yakni membaca dan menulis atau iqra’ dan qalam. Dua fasiltas ini sangat berharga untuk kemajuan suatu peradaban. Kedua model pembentuk peradaban ini sangat familiar pada zaman Nabi.

Betapa Muhammad dan para sahabatnya menjadikan membaca dalam arti yang luas sebagai prinsip utama dalam menjalankan misi dakwahnya. Karena secara kebahasaan, iqra mempunyai ragam makna, yaitu membaca, menelaah, meneliti, atau menghimpun.

Baca Juga  Menjawab Tuduhan Wahabi terhadap Tasawuf dan Kaum Sufi

Proses pendidikan yang dikedepankan oleh Muhammad selalu mendorong para sahabatnya untuk selalu berada dalam lingkup keilmuan. Kalau kita membaca kitab-kitab hadis betapa banyaknya anjuran untuk menuntuk ilmu, bahkan kita dianjurkan untuk menuntut ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat.

Prototipe Muhammad adalah pengejawantahan dari iqra. Itulah sebabnya selepas dari uzlah di gua Hira untuk menerima perintah iqra’ dari Tuhannya, Muhammad langsung menerapkannya dalam misi dakwahnya untuk menyampaikan kebenaran yang menjadi misi utamanya. Itulah sebabnya dalam hijrah ke Madinah Muhammad langsung menerapkan metode beriqra dalam membangun masyrakat madinah, yakni menggalakkan kajian keilmuan kepada para sahabatnya.

Peradaban keilmuan yang dicoba dibangun oleh Nabi sangat berpengaruh terhadap proses dakwah Nabi di madinah. Hanya dalam tempo sepuluh tahun, Muhammad berhasil membangun masyarakat yang madaniah, bermoral, berakhlak, berilmu dan beriman.

Fasiltas kedua yang coba ditawarkan dalam surah al-Alaq adalah al-qalam atau pena. Ini adalah visualisasi dari peradaban iqra’. Kalau kita mencoba membaca peradaban Islam secara holistik, peradaban tulisan ini menjadi aset yang sangat menonjol dari peninggalan ulama terdahulu. Mereka sangat produktif dalam menghasilkan karya-karya intelektual. Ulama pasca-sahabat sampai pada era al-Ghazali sangat banyak menghasilkan karya intelektual, sekalipun fasilitas alat tulis yang mereka miliki sangat terbatas.

Tulisan ulama terdahulu menjadi bahan bacaan yang tidak pernah basi bagi generasi generasi berikutnya. Itulah yang perlu menjadi contoh betapa generasi generasi awal sangat mengedepankan peradaban iqra dan peradaban qalam atau tulisan dalam mewarnai perjalanan hidupnya.

Prof M. Quraish Shihab—dalam buku Membumikan Al-Quran—melihat sisi perbedaan antara iqra pertama dengan iqra yang kedua dalam surah al-Alaq, yakni pada perintah pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika membaca, sedangkan perintah kedua menjanjikan manfaat yang diperoleh dari bacaan tersebut.

Baca Juga  Ajaran Suluk Linglung Sunan Kalijaga

Tuhan dalam ayat ketiga ini menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca “demi karena Allah”, maka Allah akan menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman, dan wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-itu juga.

Tuhan menggunakan kata “akram”, suatu kata yang dalam kajian kebahasaan dinamakan “ism tafdīl“, yang bermakna “ter”. Jadi makna rabbuka al-akram adalah Tuhanmu yang Mahapemurah. Orang yang banyak memanfaatkan fasilitas baca, Tuhan tidak akan tinggal diam, Dia akan memanfaatkan kemurahannya yakni memberika ilmu terhadap orang tersebut.

Ini selaras dengan pernyataan Tuhan dalam Alquran “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” (QS. 58.11). Di sini Tuhan menggunakan kata “darajat” yang merupakan bentuk plural, bahwa orang yang berilmu itu berada dalam tanggungannya. Kapasitas orang yang berilmu dalam pandangan Tuhan itu sangat bernilai.

Untuk sampai kepada kapasitas keilmuan yang diinginkan oleh Tuhan adalah dengan banyaknya membaca serta mencoba memvisualisasikan bacaannya dalam bentuk qalam, sebagaimana yang telah diterapkan oleh ulama ulama terdahulu. Bukan hanya fasih menyampaikan misi kebenaran dalam bentuk lisan, tapi juga fasih dalam bentuk karya karya intelektual dalam bentuk tulisan.

Namun demikian pembacaan ulama terdahulu bukanlah membaca tanpa landasan spritual, seperti kebanyakan para orientalis barat yang pembacaannya sangat maju, namun sisi spritualnya sangat keropos.

Pembacaan yang diwariskan oleh Nabi dan para penerusnya adalah pembacaan yang holistik, pembacaan yang merujuk kepada surah al-Alaq, yakni pembacaan yang melibatkan Tuhan (bi-ismi rabbika); suatu pembacaan memanfaatkan fasilitas sujud tentang kebesaran dan keagungan kepada sang pemberi ilmu yakni Tuhan.

Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam penutup surah al-Alaq, lafal “Wasjud” yang bermakna lakukan banyak sujud setelah beriqra, niscaya kamu akan sampai kepada Tuhan lewat lafal “Waktarib”. [MZ]

Ilham Sopu Pengajar pada Madrasah Aliyah Nuhiyah Sulawesi Barat