Tajudin Subki Mahasiswa IAIN Kediri

Memahami Jihad dan Perintahnya dalam Al-Qur’an

2 min read

Pada zaman ini jihad mengalami “penyempitan” pemahaman dikalangan kaum Muslimin. Banyak dari kita memahami jihad sebatas dalam pengertian “perang”. Tidak salah memang, namun pemahaman seperti inilah yang menjadi awal lahirnya “radikalisme” dalam beragama, sehingga menyebabkan timbulnya pandangan dari kalangan tertentu bahwa Islam adalah agama yang membawa kepada radikalisme, ekstrimisme, bahkan terorisme.

Berbagai permasalahan timbul karena salahnya pemahaman jihad dikalangan kaum Muslimin. Aksi terorisme dan bom bunuh diri tanpa sebab kerap kali terjadi. Para pelaku menyakini bahwa yang mereka lakukan adalah jihad. Pemahaman inilah yang menjadi masalah yang harus diluruskan demi terciptanya Islam yang cinta akan kedamaian.

Jihad secara bahasa berasal dari kata jahada-yajhadu-jahdan/juhdan, yang berarti “kesungguhan” atau “kekuatan”. Makna jihad secara bahasa adalah mengeluarkan segala kesungguhan, kekuatan, dan kesanggupan pada jalan yang diyakini bahwa jalan itulah yang benar. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) jihad memiliki tiga makna, yang pertama jihad adalah usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan; kedua jihad adalah usaha sungguh-sungguh membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga; dan ketiga jihad adalah perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam.

Jihad memiliki pengertian umum dan khusus. Pengertian jihad secara umum adalah seorang muslim yang bersungguh-sungguh dalam menggapai sesuatu yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah Swt. Dalam al-Qur’an kata-kata jihad banyak mengandung pengertian umum, yang berarti jihad tidak sebatas pada peperagan, namun mencakup segala hal baik dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar. Sedangkan pengertian jihad secara khusus adalah memerangi kaum kafir dalam rangka menegakkan agama Allah Swt.

Menurut Buya Hamka, seorang ulama tafsir kontemporer, jihad adalah berperang, kesungguhan dan kegiatan yang didorong oleh hati dengan rasa tulus dan ikhlas, melakukan amar ma’ruf, nahi mungkar, berdakwah, mendidik, dan mengasuh umat kepada kesadaran beragama. Buya Hamka membagi kepada dua bentuk jihad, yaitu fisik dan non fisik. Jihad fisik adalah berperang jika diperintahkan oleh pemegang otoritas disuatu negeri. Sedangkan jihad non fisik adalah segala amal kebajikan yang positif bagi agama.

Baca Juga  Beragama Jangan Hanya Modal Dengkul

Terkait dengan beragamnya pemaknaan jihad semuanya merujuk pada al-Qur’an. Dalam al-Qur’an kata jihad disebutkan sebanyak 41 kali yang terletak dalam 19 surah. Ayat pertama yang memerintahkan jihad perang terdapat dalam surah al-Hajj ayat 39:

اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ ۙ

Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa membela mereka.

Rasulullah Saw. pada masa awal mendakwahkan agama Islam, mendapatkan berbagai cacian, hinaan, dan ancaman yang dilakukan oleh kafir Quraisy. Para sahabat pernah memohon Nabi Saw. agar diizinkan untuk membalas tidakan-tindakan tersebut. Rasulullah berusaha memenangkan para sahabat, karena pada saat itu belum ada ayat perintah untuk melakukan perlawan. Sehingga untuk menghidari bentrokan dengan orang-orang kafir, maka kaum Muslimin melaukan hijrah, seperti ke Habasyah, Thaif, yang kemudian terakhir ke Madinah.

Surah al-Hajj ayat 39 adalah ayat pertama kali diturunkan untuk melakukan jihad perang. Penting untuk dipahami bahwa, ayat ini diturunkan setelah kaum Muslimin melawati masa yang panjang menghindari berbagai tindakan yang dilakukan oleh kafir Quraisy, sehingga pada akhirnya turunlah ayat ini untuk melakukan perlawanan dan pembelaan. Perang hanya boleh dilakukan jika perang merupakan satu-satunya jalan keluar.

Ayat lain yang berkaitan dengan perintah jihad perang yaitu pada surah al-Baqarah ayat 190:

وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ

Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Ayat ini merupakan ayat kedua yang memerintahkan kaum Muslimin untuk memerangi orang-orang musyrik, dan menegaskan bahwa perang dilakukan apabila kaum Muslimin mendapat ancaman atau serangan terlebih dahulu. Ayat ini juga menjadi dalil akan batasan-batasan perang. Pengertian dari “dan janganlah melampaui batas..” yang dimaksudkan diantaranya adalah dilarangnya membunuh anak-anak, kaum wanita, dan orang-orang lanjut usia.

Baca Juga  Aktivitas Daring: Mempertegas Relasi Manusia pada Tuhan

Selain dari dua ayat diatas, ayat ketiga yang memerintahkan jihad perang adalah surah at-Taubah ayat 29:

قَاتِلُوا الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَلَا يُحَرِّمُوْنَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَلَا يَدِيْنُوْنَ دِيْنَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حَتّٰى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَّدٍ وَّهُمْ صٰغِرُوْنَ ࣖ

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak mengharamkan (menjauhi) apa yang telah diharamkan (oleh) Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengikuti agama yang hak (Islam), yaitu orang-orang yang telah diberikan Kitab (Yahudi dan Nasrani) hingga mereka membayar jizyah) dengan patuh dan mereka tunduk.

Jizyah adalah imbalan atau balasan atas rasa aman dan fasilitas yang diperoleh penganut agama Yahudi, Nasrani, dan lainnya yang hidup di negara Islam. Ayat ini dan ayat-ayat yang senada berlaku dalam situasi perang agama, bukan dalam situasi damai.

Ketiga ayat yang disebutkan diatas merupakan sebagian dari banyaknya ayat yang membahas jihad khususnya dalam pengertian perang. Kesimpulan yang perlu dipahami adalah, jihad perang dilakukan jika memang hal tersebut menjadi solusi terakhir. Jihad perang juga hanya dilakukan jika kaum Muslimin diperangi terlebih dahulu.

 

Tajudin Subki Mahasiswa IAIN Kediri