Iman Widodo Pengasuh Padepokan Jabalahad Klaten Jawa Tengah

Syiah Kuala: Ulama Besar Tarekat Syattariyah yang Menyejukkan

3 min read

Teungku Syiah Kuala adalah sebuah gelar kebesaran yang diberikan kepada seorang ulama Aceh yang menjadi Qadhi Malik al-Adil pada masa pemerintahan Sultanah Tajul Alam Safiyatuddin.

Sadri Ondang Jaya menulis dalam bukunya bahwa nama lengkap Syeh Abdurrauf adalah Aminuddin Abdurrauf bin Ali Al Jawi Tsumal Al Fansuri as-Singkili. Beliau lahir pada tahun 1615 M.

Syiah Kuala adalah sosok yang sangat dimuliakan oleh rakyat Aceh sejak dahulu hingga sekarang. Banyak legenda yang terus hidup dan dikenal oleh rakyat Aceh tentangnya.

Sebagai bentuk penghormatan untuknya, Universitas Negeri yang ada di Aceh menggunakan namanya, yaitu Universitas Syiah Kuala atau disingkat UNSYIAH.

Jejak Pendidikan

Sejak kecil, Syiah Kuala sudah lekat dengan pendidikan Islam, baik dari keluarga maupun lingkungannya.

Menginjak usia remaja, ayahnya mengirim Syiah Kuala kecil untuk belajar kepesantren pamannya, yaitu pesantren yang terletak di Obah Rundeng Simpang Kiri, yang dipimpin oleh Hamzah Fansuri. Di Dayah inilah ia mendalami ilmu Bahasa Arab, Fiqih, Tasawuf dan lain-lain.

Setelah tamat belajar ditempat pamannya, Hamzah Fansuri, beliau belajar ke Samudera Pase yaitu yang terletak di Aceh Utara. Tempat itu adalah pesantren yang sangat terkenal di Aceh pada waktu itu. Di pimpin oleh Syeikh Syamsuddin as-Sumatrani, salah satu murid pamannya, Hamzah Fansuri.

Karena gurunya, Syekh Syamsuddin as-Sumatrani diangkat menjadi Mufti Agung di kerajaan Aceh Darussalam, membuat proses belajar mengajar antara Syiah Kuala dengan gurunya terputus.

Kemudian, sekitar tahun 1642 M, atas restu orangtua dan gurunya Syiah Kuala hijrah ke Timur Tengah. Beliau menetap di Mekkah dan negeri-negeri arab lainnya seperti Yaman, Jeddah, dan Madinah selama 19 tahun.

Selain belajar ilmu Tauhid dan Keislaman, di sana Syiah Kuala juga mendalami ilmu filsafat, mantik, sejarah, ilmu bumi dan politik.

Baca Juga  In Memoriam Daniel Dhakidae, Sahabat Gus Dur di Fordem

Dalam bidang tasawuf, ia belajar pada Syekh Ahmad Al-Qushasi dan Syekh Ibrahim Al-Kurani, dua tokoh utama Tarekat Syattariyah.

Teungku Syiah Kuala belajar tarekat Syattariyah sampai pada tahap mendapatkan “Khirqah” Mursyid yg ditandai dengan pemberian Kain Mori Putih dari gurunya. Sebagai simbol bahwa ia sudah diperkenankan mengajar dan membaiat orang lain.

Pemikiran dan Karya Syiah Kuala

Sepulang dari tanah Arab, Syiah Kuala menghadapi dua kutub aliran tasawuf yang saling bertentangan, yaitu antara aliran tasawuf warisan pamannya, Hamzah Fansuri dengan tasawuf warisan gurunya, Syamsuddin al-Sumatrani, dan juga tasawufnya Nuruddin ar-Raniri.

Dalam situasi pertentangan itulah Syiah Kuala hadir membawa tarekat Syattariah sebagai ”penyejuk” bagi perbedaan yang tajam antara dua kutub aliran Wahdatul Wujud dan Wahdatus Syuhud tersebut.

Pendekatan yang digunakan syiah kuala untuk mendamaikan pertentangan-pertentangan tersebut adalah dengan mencari titik temu antara syariat dan tasawuf.

Rekonsiliasi yang dapat diamati dari pendekatan Syiah kuala tersebut mencakup tiga pilar pemikirannya dalam bidang tasawuf.

Ketiga pokok pemikiran tersebut adalah: Ketuhanan dan hubungan dengan alam, insan kamil, dan jalan menuju tuhan

1. Ketuhanan dan hubungannya dengan alam: Syiah Kuala menganut paham: Satu-satunya yang wujud hakiki adalah Allah, Alam ciptaannya adalah wujud bayangan-Nya.

2. Insan kamil: adalah sosok manusia ideal. Syiah Kuala memahami insan kamil dengan cara memadukan pemahamannya Imam al-Ghazali, al-Hallaj dan paham martabat tujuh yang ditulis oleh Syekh Abdullah al-Burhanpuri dalam kitab Tuhfatul mursalah ila ruhin nabi.

3. Jalan kepada Allah (Tarekat): Pemahaman Syiah Kuala tentang Tarekat, sangat kelihatan dalam penjelasannya tentang: Tauhid dan zikir.

“Tauhid itu punya empat Martabat, yaitu Tauhid Uluhiyah, Tauhid Sifāt, Tauhid Dzāt, dan Tauhid Af’āl.

Segala martabat itu terhimpun dalam kalimah Lā ilāha illā Allah. Oleh karena itu hendaklah kalian memesrakan diri dengan banyak membaca Lā ilāh illā Allah”.

Selain dikenal dalam bidang tasawuf, beliau juga dikenal sebagai ahli Fiqh. Berikut jejak karya Syiah Kuala dalam bidang Fiqih:

Baca Juga  Kiai Taufiqul Hakim: Sang Kiai Penyair

1. Mir’āt al-Tullāb Ma’rifah al-Ahkām al-Syarī’ah li al-Mālik al-Wahhāb (Cermin para penuntut Ilmu, untuk memudahkan mengetahui hukum-hukum Allah).

2. Bayān al-Arkān (Penjelasan Rukun-rukun). Kitab yang menjelaskan berbagai masalah ibadah, terutama shalat.

3. Al-Farāid, Kitab dalam bahasa melayu yang berisi berbagai petunjuk mengenai hukum waris dalam Islam.

4. Bidāyat al-Bālighah (Permulaan yang sempurna). Kitab ini merupakan kitab fikih yang menjelaskan mengenai dasar-dasar yang digunakan dalam pembuktian pra peradilan, kesaksian dan sumpah.

Selain Fiqih, Syiah Kuala juga meninggalkan jejak karya tentang Tafsir Qur’an dan Hadist. Di antaranya:

1. Turjumān al-Mustafid. Ini adalah Kitab Tafsir Al-Qur’an Pertama di Asia Tenggara yg dihasilkan oleh Ulama Indonesia dan berbahasa Melayu.

2. Mawā’iz al-Badī’ah. Kitab ini berisi tiga puluh Hadist beserta penjelasannya yang berhubungan dengan Tauhid, Akhlak, Ibadah dan tasawuf.

3. Penjelasan mengenai Hadist al-Arba’in karya Imam Nawawi.

Karya-karya Syiah Kuala bidang tasawuf:

1. Umdat al-Muhtājīn ilā Sulūk Maslak al-Mufridīn. Ini merupakan kitab tasawuf yang menjelaskan hakikat tasawuf dalam Islam. Dalam kitab ini pula Syiah Kuala menjelaskan silsilah tarekatnya dan guru-gurunya selama belajar di Mekkah sampai pulang kembali ke Aceh.

2. Kifāyat al-Muhtājin ilā Masyrab al-Muwahhidīn al-Qāilin bi Wahdat al-Wujūd. Kitab ini berisi fragmen-fragmen kalimat dalam hal tasawuf dan kesempurnaan hidup/ibadah, yang diberikan penjelasan sendiri oleh Syiah Kuala sehingga mudah dipahami oleh masyarakat umum.

3. Daqā’iq al-Hurūf; sebuah Kitab yang menjelaskan secara detail tentang takwil huruf hijaiyah dan kaitannya dengan Ilmu Tasawwuf.

4. Bayān Tajallī. Sebuah kitab yang menjelaskan berbagai zikir yang perlu dipelajari sebagai persiapan dalam menghadapi sakarātul maut.

5. Tanbīh al-Māsyi al-Mansūb ilā Tharīq al-Qushashī.

6. Al-Thariqah al-Syatthariyah. Kitab ini menjelaskan pokok-pokok ajaran tarekat Syatthariyah dan silsilah tarekat sampai kepada Syiah Kuala sendiri.

Baca Juga  KH. Agoes Ali Masyhuri: Kiai Nyentrik Ribuan Umat

7. Risalah Adab Murid Akan Syeikh dan Risalah Mukhtasarah fī Bayān Syurūt al-Murīd. Kedua kitab ini menjelaskan berbagai adab dan kewajiban seorang murid kepada syeikhnya dalam praktik tasawuf terutama dalam tarekat Syatthariyah.

8. Shams al-Ma’rifah. Kitab ini menjelaskan mengenai tasawuf dan ilmu makrifat yang dipelajarinya dari Ahmad al-Qushashi.

9. Majmū’ Masāil. Kitab ini membahas tentang kehidupan beragama.

10. Bayān al-Ahmad al-Masail wa al-Sifat al-Wajiba li Rabb al-Ardh wa al-Salamat.

11. Lubb al-Kasyf wa al-Bayān Limā Yarāhu al-Muqtadar bi al-Iyān.

12. Sullam al-Mustaidīn. Kitab ini membahas tentang keutamaan zikir  Ilāha Illā Allah dalam menjemput datangnya maut. [MZ]

Iman Widodo Pengasuh Padepokan Jabalahad Klaten Jawa Tengah