Muhammad Zakki Mahasantri Ma’had Aly Al Fithrah Surabaya

Konspirasi Iblis yang ‘Cerdas’

2 min read

Pengalaman akan sangat menentukan produktivitas kerja seseorang. Mereka yang setiap harinya bergelut dengan bidang pekerjaan tertentu akan sangat berkompeten dan hafal betul dalam penanganan setiap inci seluk-beluk ruang kerjanya, berbeda dengan yang baru pertama kali ataupun bukan bidangnya. Ringkasnya, bisa karena terbiasa.

Konsep ini kemudian diusung dalam sistem yang diterapkan di dunia pesantren. Para santri dididik setiap harinya untuk menjalankan berbagai aktivitas baik setiap harinya. Mereka ‘terpaksa’ melakukan hal positif, sehingga yang demikian mengakar dalam kehidupannya. Berakarnya kebiasaan ini terbukti dalam spontanitasnya begitu tidak lagi menginjakkan kaki di dunia yang sama.

Demikian ini dialami dalam proses perjalanan hidup seorang Iblis. Setelah resmi keluar pengusirannya dari tanah surga, Iblis memiliki tugas baru dalam menjerumuskan anak cucu Adam. Riwayat pekerjaannya adalah membalaskan dendam atas keterusirannya karena Adam As. Misinya adalah memasukkan sebanyak-banyak manusia sebagai kayu bakar neraka bersamanya. Kerja ini telah ditelateninya semenjak ribuan tahun yang lalu.

Alhasil beliau ini paham betul cara dan teknik dalam menjerumuskan manusia ke jalan kesesatan. Iblis mampu bermain halus sekali dalam mempermainkan dan menyesatkan manusia agar keluar dari kefitrahannya.

Iblis bermain peran sebagai penjerumus dengan mengemas kebatilan bagi manusia dengan ‘kemegahan’. Dalam setiap bentuk perkara terlarang terdapat kenikmatan luar biasa melakukannya. Tipu muslihat setan para pasukannya Iblis memoles busuknya maksiat dengan baik. Pasar ditampakkannya sebagai tempat mendulang keuntungan. Perlahan tapi pasti manusia memperbolehkan praktik-praktik kecurangan dalam proses jual beli.

Setan juga membungkus kebatilan dengan nama-nama yang menarik hati manusia. Manusia pertama di muka bumi, Nabi Adam As. dikisahkan terbuai oleh kebohongan Iblis yang menyebut buah-buahan terlarang dengan nama ‘Pohon Keabadian’.

Baca Juga  Kisah Cinta Sufi (4): Khusrau dan Syirin - Kerinduan Memang Teramat Menyakitkan

Minuman-minuman memabukkan disebutnya sebagai penghilang penat, pengumbaran aurat wanita diistilahkannya dengan ‘emansipasi’ ataupun kemerdekaan wanita, pergaulan antar wanita dan pria dengan istilah ‘kemajuan’ dan ‘modernitas’, lalu artis, penyanyi, musik, tato dan sebagainya dinamai ‘seni’ dan ‘kebebasan berekspresi’.

Sementara hal-hal terkait ketaatan diistilahkannya dengan nama-nama yang kurang menarik. Terhadap Nabi Musa As., Nabi Harun As., dan Nabi Muhammad Saw., Iblis menyebarkan fitnah kepada umatnya dengan mengatainya sebagai tukang sihir. Terhadap mereka yang berpegang teguh terhadap ajaran Rasulullah Saw. disebutnya sebagai kelompok fundamentalis dan fanatis, sementara orang-orang yang menjaga diri dari segala bentuk kemaksiatan dikatainya sebagai kurang pergaulan.

Jilbab yang merupakan syariat Islam disebutnya sebagai ketertutupan dan tidak terbuka, sementara wanita-wanita yang menjaga diri dengan berkomitmen ibadah dan di rumah disebutnya sebagai bentuk keterkungkungan, ketinggalan zaman, dan primitif. Semua ini merupakan bentuk tipu daya Iblis yang dilakukannya guna menarik hati manusia agar cenderung kepada kekejian dan kebatilan, serta menjauhi kebaikan.

Setan juga mengetahui bahwa manusia mudah diperdaya dengan sesuatu yang disukainya. Melalui hal-hal yang disukai manusia, setan merengsek masuk mendomplenginya. Sering kali manusia terlena ketika dihadapkan pada sesuatu yang disukainya. Hawa nafsu menguasainya dan setan mengambil perannya dengan berjalan di aliran darah.

Kinerja setan juga dapat dikatakan sangat bersih dan terorganisir. Ia tidak geradakan dalam mengegolkan misinya. Ia mampu membaca situasinya dengan baik. Manusia tidak bisa serta merta terjerumuskan ke dalam lubang hitam zina, melainkan secara bertahap dimulai dengan pandangan mata, lalu senyuman, kemudian perbincangan, mengikat janji dan perjumpaan hingga terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan.

Dalam melancarkan misinya, setan juga seringkali bertindak layaknya penasehat yang ulung. Ia membenarkan amal perbuatan baik yang telah berhasil dilakukan korbannya, memujinya, memotivasinya berbuat lebih banyak agar mendapatkan lebih banyak keuntungan, sehingga manusia tidak lagi menjumpai keikhlasan dari amal yang telah dilakukannya. Jika muslihat demi muslihat yang telah diusahakannya tidak berhasil, maka setan akan meminta pertolongan kepada setan dari kalangan manusia.

Baca Juga  Pengalaman dan Cinta Para Sufi yang Begitu Puitis

Setan berwujud manusia itu akan mengajak-ajak pada kemaksiatan dengan berdalih renggangnya tali persaudaraan jika tak menerima ajakannya. Sikap solidaritas kemanusiaan dijadikannya senjata dalam meneguhkan pengaruh buruknya.

Malik bin Dinar sendiri sampai menegaskan bahwa menghadapi setan dari kalangan manusia ini lebih berat daripada menghadapi setan asli, karena setan asli akan lari terbirit jika seseorang memohon perlindungan kepada Allah Swt., sementara setan manusia selalu menghampiri dan mengajak secara terang-terangan.

Pintu masuk pertama yang menjadi jalan mulus iblis dalam melancarkan aksinya dalam upaya menggelincirkan manusia adalah lewat kebodohan.

Orang bodoh tidak tahu bahwa kebodohannya adalah bentuk pintu masuk setan yang merupakan kaki tangan iblis, sehingga ia juga tak sempat menepisnya karena tidak mengetahui bagaimana caranya.

Orang yang bodoh juga tidak mampu membedakan antara yang baik dan buruk, sunah dan bid’ah, apalagi tipu daya Iblis yang sedemikian samarnya.

Kebodohan berpotensi membenarkan semua perilakunya disebabkan ketidaktahuannya. Dari sini setan akan mudah sekali menancapkan panah kesyubhatan dan racun syahwat kepadanya, sehingga orang bodoh ini akan menjadi korban nafsu dan tawanan syahwat.

Sudah semestinya manusia belajar lebih giat tentang pengendalian diri dan pengenalan tipu rayuan setan agar terbebas dari belenggu kesesatannya. Jika manusia telah paham bagaimana seluk beluk teknik persetanan, niscaya ia akan selamat dari jerat benang halus kaum setan. [MZ]

Disarikan dari kitab Wiqāyat al-Insān min al-Jinn wa al-Shaytān, karya Wahid Abdussalam Bali.

Muhammad Zakki Mahasantri Ma’had Aly Al Fithrah Surabaya