Judul: Ikhtisar Biografi Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari 1871-1947
Penulis: Lathiful Khuluq dkk.
Penerbit: LTN NU
Editor: Ali Usman & Hamzah Sahal
Tahun: 2023
Tebal: 190 + x halaman
Buku berjudul ‘Ikhtisar Biografi Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari: 1871-1947’ merupakan sebuah karya ringkas tetapi padat yang menggambarkan perjalanan hidup dan pemikiran seorang ulama eksponensial di Indonesia, KH. M. Hasyim Asy‘ari.
Buku saku ini merupakan ikhtiar intelektual dalam program utama Lembaga Ta’lif wa Nasyr (LTN) PBNU masa khidmat 2022-2027, yaitu Literasi kesejarahan yang ditujukan untuk generasi muda Nahdlatul Ulama (NU).
Kendati dikemas dengan ringkas, buku ini dapat merepresentasikan topik yang ditelaah. Ditulis oleh Lathifatul Khuluq dkk., buku ini memotret kehidupan dan pandangan Kiai Hasyim Asy’ari dengan bahasa yang informatif dan efisien khusunya bagi para kawula muda yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai sang pendiri NU tersebut.
Para penulis dengan cermat dan mendalam mengikuti langkah-langkah yang diambil oleh Kiai Hasyim Asy’ari dalam membentuk organisasi Islam terbesar di Indonesia (NU) serta memahami fondasi keagamaan, sosial, dan politik yang menjadi dasar pendiriannya.
Para penulis juga berhasil menciptakan sebuah narasi yang mendalam dan berimbang tentang kehidupan Kiai Hasyim Asy’ari.
Pada bagian awal, buku ini menyoroti latar belakang keluarga dan pendidikannya yang membentuk fondasi kuat kepemimpinan dan pengabdian beliau di kemudian hari. Kisah perjalanan hidupnya dari masa kecil di pesantren hingga mendirikan NU menjadi sebuah kisah inspiratif yang penuh dengan tantangan.
Kiai Hasyim Asy’ari diceritakan sebagai seorang pelajar muslim yang sejak kecil telah menimba ilmu keislaman dari keluarganya sendiri. Besar di keluarga pesantren, Kiai Hasyim Asy’ari berkomitmen untuk mendalami ilmu-ilmu keislaman sejak masa kecil dan kemudian berpetualang mulai dari pelosok Jawa hingga ke tanah Hijaz demi menimba ilmu-ilmu keagamaan.
Tak heran, peran keulamaan dan ketokohan beliau di masyarakat kemudian membuat beliau mendapat julukan hadratussyaikh, yakni julukan yang menandakan kedalaman ilmu dan spiritualnya.
Kiai Hasyim Asy’ari mengambil jalan tradisionalis yang memang berdiri secara diametral dengan para modernis. Dalam mazhab fikih, ia mengakui, kendati tak menolak upaya ijtihad, bahwa cukup mustahil bagi seorang mujtahid bisa berijtihad tanpa melewati hasil ijtihad empat mahzab, Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali.
Dalam hal teologi, pandangan Kiai Hasyim Asy’ari amat selaras dengan pandangan teologis yang telah diformulasikan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Abu al-Mansur al-Maturidi. Kedua ulama ini memegang prinsip moderat yang menjadi penengah antara ekstrem kehendak bebas dan ekstrem fatalisme. Pandangan teologi ini juga berjangkar pada penggunaan akal yang dikawal oleh dalil-dalil naqliyah.
NU sendiri dicanangkan sebagai pengikut, penjaga, dan penyebar paham Ahlussunnah wa al-Jama’ah, yang berarti mengikuti ajaran Nabi Muhammad dan kesepakatan ulama. Terdapat tiga karakter utama Ahlussunah wa al-Jama’ah.
Pertama; at-tawassuth yang berarti bahwa seorang muslim harus menjadi moderat dalam segala aspek. Kedua; al-i’tidal yang berarti seorang muslim harus menegakkan keadilan. Ketiga, al-tawazun, yang berarti bahwa seorang muslim harus seimbang dalam perbuatannya.
Para penulis buku ini mampu menggambarkan bagaimana Kiai Hasyim Asy’ari, pendiri Pesantren Tebuireng ini, menggabungkan tradisi keilmuan Islam dengan adaptasi yang diperlukan dalam konteks Indonesia yang majemuk, terutama juga peran beliau dalam konstelasi Indonesia di bawah kolonialisme Belanda dan pendudukan Jepang.
Kiai Hasyim Asy’ari memiliki peran signifikan dalam hal oposisi terhadap kolonialisme Belanda. Beliau menolak segala jenis bantuan dana yang datang dari pemerintah Belanda agar dapat menarik simpati para kiai dan umatnya. Lebih jauh, Kiai Hasyim Asy’ari, ketika diangkat menjadi ketua badan legislatif MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia), mulai serius memperhatikan soal-soal politik dalam konteks mengonfrontasi kebijakan-kebijakan kolonial.
Pada masa pendudukan Jepang, Kiai Hasyim Asy’ari sempat dipenjara selama empat bulan karena mengeluarkan fatwa yang melarang umat Islam melakukan saikeirei, membungkukkan badan setiap pagi ke arah Kiaisar Jepang Tenno Heika. Namun, kemudian politik Jepang berubah arah untuk merebut hati para kiai sehingga dapat menarik massa lebih banyak.
Peran penting lain pada aspek politik Kiai Hasyim Asy’ari terhadap pendudukan sekutu pasca kemerdekaan adalah fatwanya yang menyerukan agar umat Islam melawan dan membebaskan tanah air dari setiap bentuk penjajahan. Resolusi jihad yang bergemuruh pasca kemerdekaan merupakan peristiwa monumental bagi umat Islam untuk mempertahankan tanah air.
Ringkasnya, buku ini memberikan wawasan tentang bagaimana figure seorang Hasyim Asy’ari mampu mengartikulasikan ajaran agama dalam bahasa yang relevan bagi masyarakat luas, serta bagaimana beliau memandang pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk pembebasan diri dan kemajuan umat.
Salah satu keunggulan buku ini terletak pada analisis mendalam tentang pemikiran dan pandangan Kiai Hasyim Asy’ari terhadap Islam, pendidikan, dan peran ulama dalam masyarakat dengan bahasa yang informatif dan kemasan yang lugas dan padat.
Membaca buku ini, kita diingatkan bahwa para ulama, terutama Kiai Hasyim Asy’ari, juga dapat menjadi agen perubahan yang memainkan peran penting dalam menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.
Di sisi lain, seperti setiap karya, buku ini juga memiliki kelemahan. Meskipun buku ini menguraikan banyak aspek kehidupan KH. M. Hasyim Asy’ari, tetapi beberapa bagian mungkin terasa kurang mendalam dan mengabaikan beberapa aspek penting dari perjalanan hidupnya.
Meskipun demikian, buku ini dapat menjadi pengantar populer untuk masuk ke kehidupan dan sumbangsih Kiai Hasyim Asy’ari.
Secara keseluruhan, Ikhtisar Biografi Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari 1871-1947 adalah sebuah buku saku yang penting dan relevan, terutama bagi generasi muda NU yang mesti membaca sejarah kehidupan Kiai Hasyim Asy’ari dan perannya dalam masyarakat.
Buku ini menghidupkan kembali jejak perjalanan seorang kiai visioner sekaligus tokoh kunci yang warisannya terus berlanjut yang mampu mengilhami dan membentuk masa depan melalui dedikasinya dalam bidang agama, pendidikan, dan perubahan sosial. [AA]