Pada kisaran lima belasan abad yang lalu, tepatnya tahun pertama Hijriah atau 622 Masehi jauh sebelum masyarakat dunia mengenal konstitusi tertulis, Rasulullah saw telah menyusun ‘Piagam Madinah’ yang juga dikenal sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia.
Salah satu tujuan dari Piagam Madinah ini bertujuan membentuk suatu masyarakat yang harmoni, damai dan toleran.
Penduduk Madinah terdiri dari berbagai macam suku, ras dan agama meniscayakan penduduknya untuk hidup berdampingan satu-sama lain, menjadikan pluralitas untuk mewujudkan negara yang kokoh.
Butir-Butir Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal, 23 pasal diantaranya membincang perihal hubungan antara umat Islam yakni antara kabilah Anshar dan kaum Muhajirin. Sedangkan 24 pasal lainnya membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat lain.
Berikut ini butir-butir Piagam Madinah yang mengandung nilai-nilai luhur dan pesan keteladanan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara:
Pertama, ‘kebebasan beragama’ (Religious Freedom); Piagam Madinah memberikan hak sepenuhnya untuk beragama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Seluruh warga negara Madinah, apapun agamanya dijamin kebebasannya dalam menjalankan agama masing-masing, kecuali bagi mereka yang bertindak lalim.
Dalam salah satu pasal tertulis:
لِلْيَهُودِ دِينُهُمْ وَلِلْمُسْلِمِينَ دِينُهُمْ مَوَالِيهِمْ وَأَنْفِسِهِمْ إِلَّا مَنْ ظَلَمَ وَأَثِمَ
“Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Kebebasan ini berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri. Kecuali bagi orang yang zalim dan jahat.” (Ibn Hisyam, Sirah An-Nabawiyyah, vol. 2, h. 107)
Rasulullah saw sama sekali tidak pernah memaksa warga negara Madinah yang tidak beriman untuk masuk Islam. Hal ini dikonfirmasi oleh Imam Ibn Taimiyyah (w. 728 H) dalam kompilasi fatwanya mengungkapkan:
وَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ الْمَدِيْنَةَ لَمْ يُكْرِهْ أَحَدًا عَلَى الْإِسْلَامِ وَلَا ضَرَبَ الْجِزْيةَ عَلَى أَحَدٍ
“Sesampainya Nabi Saw. di Kota Madinah, beliau tidak pernah memaksa siapapun untuk masuk agama Islam, dan tidak pernah membebani penarikan pajak (jizyah) kepada siapapun.” (Ibn Taimiyyah Al-Harani, Majmu’ Al-Fatawa: Makkah: Dar Al-Alim, vol. 1, h. 429)
Kedua, persatuan (unity); Rasulullah saw. berusaha untuk menyatukan seluruh elemen masyarakat Madinah tanpa melihat perbedaan latar belakang agama dan ikatan primordial lainnya.
Seluruh warga negara Madinah adalah bangsa yang satu. Mereka disatukan oleh kontrak sosial yang tertuang dalam Piagam Madinah yang wajib untuk ditaati. Negara Madinah dibangun berdasarkan ikatan kebangsaan, yakni kesamaan kehendak seluruh warganya untuk hidup bersama dalam satu negara.
إنَّهُمْ أُمَّةٌ وَاحِدَةٌ مِنْ دُونِ النَّاسِ
“Sungguh mereka adalah umat yang satu, bukan dari komunitas yang lain.”
وَإِنَّ يَهُودَ بَنِي عَوْفٍ أُمَّةٌ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ. لِلْيَهُودِ دِينُهُمْ وَلِلْمُسْلِمِينَ دِينُهُمْ
“Kaum Yahudi Bani ‘Auf satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka.”
Ketiga, ‘persamaan hak’ (equality); persatuan antarwarga negara Madinah sebagai bangsa yang satu meniscayakan persamaan hak dan kewajiban tanpa membeda-bedakan agama, suku dan latar belakang primordial lainnya.
Semua warga negara Madinah bertanggung jawab membela, mempertahankan serta memajukan negaranya. Sebagaiman tertulis dalam beberapa pasal sebagai berikut:
إِنَّ بَيْنَهُمْ النَّصْرَ عَلَى مَنْ حَارَبَ أَهْلَ هَذِهِ الصَّحِيفَةِ
“Mereka (Yahudi dan Muslim) saling membantu dalam menghadapi orang yang memerangi pihak-pihak yang terikat piagam ini.”
وَإِنَّ الْيَهُودَ يُنْفِقُونَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ مَا دَامُوا مُحَارِبِينَ
“Kaum Yahudi bahu-membahu bersama umat Islam menanggung biaya militer selama mereka turut berperang.”
وَأَنَّ بَيْنَهُمْ النَّصْرَ عَلَى مَنْ دَهِمَ يَثْرِبَ
“Sungguh di antara mereka (pendukung piagam) bahu-membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib (Madinah).”
Mereka semua bahu-membahu dalam menjalankan kewajiban bela negara, sehingga musuh yang menyerang salah satu elemen penduduk Madinah juga berarti menyerang keseluruhannya. Persamaan kewajiban tersebut berkonsekuensi persamaan hak di antara seluruh warga negara.
Konsep kewarganegaraan ini tidak membedakan warga negaranya berdasarkan agama dan latar belakang lainnya:
وَإِنَّهُ مَنْ تَبِعَنَا مِنْ يَهُودَ فَإِنَّ لَهُ النَّصْرَ وَالْأُسْوَةَ غَيْرَ مَظْلُومِينَ وَلَا مُتَنَاصَرِينَ عَلَيْهِمْ
“Kaum Yahudi yang turut serta bersama kita, berhak mendapatkan pertolongan dan persamaan, tidak dizalimi dan tidak diperangi.”
Adnan Al Afyuni (2020 M), Mufti mazhab Syafi’i Suriah, dalam karyanya “al `Alaqah baina al Din wa al Wathan Alladzi Huwa Rahmatun lil `Alamin” menerangkan maksud dari pasal piagam Madinah di atas sebagai berikut:
إِنَّهُ مَنْ تَبِعَنَا مِنْ يَهُودَ فَإِنَّ لَهُ النَّصْرَ وَالْأُسْوَةَ غَيْرَ مَظْلُومِينَ وَلَا مُتَنَاصَرِينَ عَلَيْهِمْ. وَالْأُسْوَةُ هُنَا تَعْنِيْ الْمُسَاوَةَ فِيْ حُقُوْقِ الْمُوَاطَنَةِ
“Kaum Yahudi yang turut serta bersama kita, berhak mendapatkan pertolongan dan persamaan, mereka tidak dizalimi dan tidak diperangi. Maksud uswah adalah persamaan seluruh elemen masyarakat dalam hak-haknya sebagai warga negara.”
Konsep kesetaraan ini merupakan bentuk komitmen Rasulullah saw. untuk merangkul berbagai kelompok yang ingin berpartisipasi dalam upaya membangun Madinah menjadi kota yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan yang melindungi segenap hak-hak dan kewajiban warganya.
Keempat, ‘perdamaian’ (peace); Piagam Madinah secara tegas dan jelas memiliki komitmen untuk membangun perdamaian setidaknya dalam cakupan tertentu, yakni bagi kelompok-kelompok yang terlibat dalam perjanjian.
Karenanya, hubungan antarwarga Madinah berdasarkan perdamaian. Semua dilindungi nyawa, darah, harta dan kehormatannya. Umat Islam tidak diperkenankan menzalimi pemeluk agama lain, begitu pula sebaliknya:
وَإِنَّ بَيْنَهُمْ النُّصْحَ وَالنَّصِيحَةَ وَالْبِرَّ دُونَ الْإِثْمِ
“Dan di antara mereka harus saling beriktikad baik, menasehati, berbuat baik dan bukan berbuat jahat.”
Demikian diantara butir-butir pasal yang telah dirumuskan oleh Rasulullah saw. guna membangun masyarakat yang Madani. Nilai-nilai tersebut kini menjadi spirit pandangan hidup masyarakat modern, konsep kebebasan beragama, persatuan, kesetaraan dan perdamaian menjadi hal paling substansial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akhirnya, Piagam Madinah juga dapat dimaknai sebagai ekspresi kesadaran atas pengakuan keragaman keyakinan, pemikiran, kebangsaan, dan identitas etnis dalam Islam. [AA]