Mus’ab bin ‘Umair adalah “Pemuda Makkah”, gagah, ganteng dan modis. Ia dimanja oleh kedua orang tuanya. Ibunya kaya raya dan tak segan membelanjakan cukup harta untuk baju dan parfumnya. Tapi itu semua tak mampu memenuhi kepuasan batinnya. Dakwah dan Al-Quran yang diserukan oleh Nabi Muhammad Saw. lah yang justru mengganggu kegundahan spiritualnya. Ia mendatangi Dār Arqam bin Abi al-Arqam, markas Dakwar Rasul di Makkah, dan bergabung bersama santri-santri Rasulullah.
Hidupnya berubah drastis. Pemuda Makkah yang perlente itu sekarang menjalani kehidupan yang di kemudian hari menjadi kiblat bagi para darwisy. Umar bin Abdul Aziz, saat membangun Masjid, pandangannya menerawang jauh pada kehidupan Rasul. Ia menceritakan:
Suatu hari, Mus’ab bin ‘Umair datang saat Nabi Saw. sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Ia mengenakan sepotong namirah (kain selimut bergaris-garis) yang ia sambung dengan kulit hewan yang telah mengisut. Para sahabat itu menundukkan kepala. Mereka menampakkan kasih simpatiknya, namun tak memiliki apa-apa untuk memuliakan penampilannya. Ia mengucapkan salam, lalu Rasul menjawab dan memujinya dengan baik. Kata Baginda Rasul, “Alhamdulillah. Semoga Allah membalik dunia berikut para penghuninya. Sungguh, saya telah melihat dia, saat di Makkah tak ada seorang pemuda pun yang lebih mendapatkan limpahan kasih sayang dari kedua orang tuanya melebihi dia. Namun, cintanya akan kebaikan telah memaksanya meninggalkan itu semua, demi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ia membawa panji Rasulullah saat Perang Uhud, hal yang sebelumnya juga ia lakukan saat Perang Badar. Semula umat Islam mendominasi, tapi kemudian pertahanannya bobol. Umat Islam kocar-kacir. Muṣ’ab termasuk di antara mereka yang tetap bertahan. Tangan kanannya ditebas oleh Ibn Qamī`ah. Ia pungut panji itu dengan tangan kirinya. Tapi, tangan kirinya pun ia tebas. Dia menunduk lalu mendekap panji itu di dada dengan kedua lengannya. Ibn Qamī`ah mengarahkan tombak kepadanya. Mus’ab pun jatuh berikut panji Rasul yang ia pertahankan.
Perang telah usai. Banyak sahabat yang gugur. Salah satu yang banyak mendapatkan perhatian adalah Mus’ab. Termasuk perhatian dari Rasulullah. Pemuda Makkah itu dikubur hanya berkafankan burdah atau namirah, semacam kain selimut bergaris, yang jika ditarik menutupi kepalanya maka kakinya terbuka, dan sebaliknya jika ditarik untuk menutupi kakinya maka kepalanya terbuka. Rasul Saw. memerintahkan untuk menarik ke kepalanya dan menutupi kakinya dengan idkhir, alang-alang.
Rasulullah memberi semacam sambutan atas wafat Sahabat dekatnya ini, dengan membacakan QS. al-Ahzāb: 23
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur[2] dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu. Mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya)
Beliau juga mengatakan, “Saya telah melihatmu di Makkah, dan di sana tak ada seorang pun yang lebih lembut baju riasnya dan lebih bagus model potongan rambutnya (limmah, rambut yang melebihi batas cuping telinga) melebihi dirimu. Tapi, kini engkau kusut kepala dan (hanya dibungkus) kain burdah. [1]
Pemenuhan kepuasan spiritual seringkali harus ditempuh dengan pengorbanan. Mereka inilah sebenar-benarnya pecinta Tuhan dan Rasul-Nya. Bukan sebaliknya, mengorbankan kepuasan spiritual demi pemenuhan nafsu duniawi yang fana.
[1] Ibn Sa’d, Aṭ-Ṭabaqāt Al-Kubrā
[2] Termasuk yang gugur adalah Mus’ab bin Umair.