
Islam menempatkan derajat manusia sama di hadapan Tuhan. Latar belakang sosial, pendidikan dan penampilan fisik seseorang tidak serta merta menjadi penilaian lebih pada kualitas seseorang. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, Q.S. ‘Abasa (80) ayat 1-2:
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.”
Ayat di atas mempertegas bahwa Islam tidak membedakan antar umat manusia termasuk penyandang disabilitas. Artinya, setiap orang mempunyai hak yang samadan berhak mendapatkan kesempatan dan fasilitas yang setara, terutama dalam belajar agama.
Saat ini, terdapat sekitar 22,97 juta jiwa atau 8,5 % penyandang disabilitas dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah terbanyak ada pada usia lanjut, berdasarkan data yang dilansir oleh kemenkopmk.go.id (15/6/2023).
Selama ini penyandang disabilitas mengalami berbagai risiko sosial ekonomi, seperti keterbatasan pada akses informasi, lapangan kerja, pendidikan bahkan kesehatan. Untuk itu, penting bagi untuk kita memperhatikan kelompok penyandang disabilitas.
Tindakan abai terhadap pemenuhan hak, apalagi diskriminatif terhadap, para penyandang disabilitas adalah perbuatan tercela. Perlu disadari bahwa kelompok penyandang disabilitas bukan liyan yang boleh dimarjinalkan, apalagi dipandang sebagai sosok yang membawa aib di lingkungan. Sebaliknya, mereka pada dasarnya mendapatkan tempat khusus di hadapan Allah.
Di sini, Rasulullah secara khusus menyampaikan bahwa keterbatasan fisik menyimpan derajat mulia di sisi Allah SWT karena mereka mampu bersabar menjalani hidup dengan keterbatasan tersebut. Sebagaimana Rasul bersabda:
“Barangsiapa yang kedua matanya buta lalu ia bersabar dan mengharap pahala, maka Aku tidak akan ridha baginya kecuali mendapatkan pahala surga” (HR. Darimi, No. 267).
Islam sendiri cukup serius memperhatikan kelompok penyandang disabilitas. Setidaknya mengacu pada ayat yang saya sebutkan di bagian awal tulisan ini, Islam memberikan pengakuan atas eksistensi mereka sebagai manusia yang setara dengan manusia lainnya tanpa memandang keterbatasan yang mereka miliki. Bahkan, saya kira penting untuk memperhatikan beberapa hal terkait dengan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Pertama, memberikan ruang yang setara dan non-diskriminati. Bangunan relasi semacam ini merupakan bagian dari pengamalan ajaran Islam sebagai agama yang membawa rahmat, tidak eksklusif, dan tidak membedakan berbagai macam perbedaan termasuk dalam hal fisik.
Kedua, perlu adanya pemenuhan akses, salah satunya dalam ranah ruang publik. NPemerintah sebagai penyelenggara negara harus menjamin pemenuhan hak warga negara penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan publik yang setara dengan mereka yang non-disabilitas. Hal ini merupakan amanat konstitusi yang sebagai mana termuat dalam sila ke lima Pancasila, ‘Keadilan social bagi seluruh warga negara Indonesia’.
Sekali lagi, Islam tidak membeda penyandang disabilitas dengan manusia lain pada umumnya. Umat muslim harus bersikap adil pada kelompok disabilitas, karena di sisi Tuhan hanya kadar ketakwaan yang membedakan posisi seseorang sebagaimana tercantum dalam Q.S. Al-Hujurat (49): ayat 13:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
Akhirnya, sebagai umat muslim, setiap individu harus menyadari bahwa tidak selayaknya kita memperlakukan saudara kita penyandang disabilitas secara diskriminatif karena Islam sendiri dengan tegas tidak membedakan seseorang di hadapan Allah berdasarkan kondisi fisiknya.
Sebaliknya, sudah seharusnya setiap individu turut andil dalam usaha untuk mendorong kebijakan pemerintah agar dapat memenuhi kebutuhan kelompok penyandang disabilitas, terutama dalam ranah public. Sehingga kesetaraan sebagai salah satu misi Islam dan keadilan bagi seluruh warga negara yang menjadi salah satu tujuan berdirinya sebuah negara dapat tercapai. [AA]
Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta