Ibn Bajjah lahir di Saragosa, Andalusia pada tahun 475 H/ 1082 M. Ilmuwan barat menyebutnya dengan nama Avempace. Ia dipanggil Ibn Bajjah karena ia berasal dari keluarga al-Tujib, yakni keluarga yang berdagang emas.
Ibn Bajjah merupakan ilmuwan terkenal pada masa Bani Umayyah. Ia merupakan seorang sastrawan, ahli bahasa, ahli musik (pemain gambus), dan seorang hafiz. Ibn Bajjah berprofesi sebagai dokter, tetapi ia juga menguasai ilmu matematika, psikologi, astronomi, fisika, logika, politik, filsafat dan falak.
Ibn Bajjah merupakan orang pertama yang menulis buku filsafat di Andalusia. Ia memiliki wawasan yang luas tentang filsafat Aristoteles dan Plato serta filsuf muslim Timur yakni al-Farabi dan Ibn Sina.
Ibn Bajjah memiliki minat menyendiri, merenung, dan penalaran rasional yang sama atau mirip dengan al-Farabi. Pada zaman Bani Umayyah, ia mengembangkan ilmu fisika dengan penemuannya, bahwa selalu ada reaksi pada setiap aksi yang hal ini berpengaruh pada fisikawan setelahnya termasuk Newton dan Galileo. Selain itu, Ibn Bajjah memiliki karya di bidang psikologi, tiga yang paling populer ialah Fi al-Nafs, Tadhbir al-Mutawahhid, dan Risalat al-Istihal.
Ibn Bajjah berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu pengantar penting, terutama sebagai ilmu tentang mengenal Tuhan. Ia mempercayai bahwa seseorang dapat memahami prinsip ilmu ketika dia sudah memahami terlebih dahulu mengenai jiwa dan hakikat yang ada dalam pada dirinya. Jiwa adalah penggerak bagi manusia yang memiliki beberapa daya, yakni daya nutrisi, daya indera, daya fantasi, daya rasional, dan daya rasional.
Pertama, daya nutrisi merupakan daya yang didapatkan guna kesempurnaan bagi fisik secara mekanistik dan memperoleh makanan. Ibn Bajjah menggabungkan daya ini dengan konsep kedokteran, bahwa fisik membutuhkan kandungan dari makanan guna mengganti bagian-bagian tubuh yang rusak, sehingga tubuh bisa bertahan lebih lama dan tidak akan mengalami kerusakan. Daya ini dibantu oleh dua yang lain, yakni daya penumbuh dan daya generatif.
Kedua, daya indra merupakan daya yang digunakan untuk menerima persepsi terhadap stimulus yang akan dipersepsikan. Sama halnya dengan daya nutrisi, daya indra juga memiliki kaitannya dengan kedokteran, yakni menggunakan pancaindra meliputi penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan, dan penciuman.
Daya indra membantu individu untuk memberikan persepsi atas apa yang mereka rasakan pada objek-objek yang ada. Kebebasan gambar yang dipersepsi memiliki tingkatan yang disebut nafs dan quwwah nafsaniyyah (daya jiwa).
Ketiga, daya fantasi atau khayalan merupakan daya yang menirukan hasil persepsi dari sisa-sisa daya indra dalam bentuk bayangan atau khayalan. Dari hal ini manusia mampu untuk menggunakan peran kognitif dalam proses khayalannya sehingga mampu untuk menghasilkan pemikiran yang rasional maupun tidak rasional.
Keempat, daya memori merupakan daya yang dimiliki oleh individu untuk mengingat dari persepsi daya indra dan daya khayalan. Manusia memiliki daya memori yang lebih tajam sehingga memiliki kelebihan pada daya berfikir yang tinggi. Bahkan manusia memiliki dua proses yakni memori dan mengingat. Memori terjadi karena adanya maksud dan keinginan, sedangkan mengingat itu secara spontan tanpa adanya maksud dan keinginan.
Kelima, daya rasional merupakan daya yang berasal dari akal yang dimiliki oleh manusia yang bersifat aktual. Daya rasional bekerja dengan penalaran terhadap objek sehingga ia menangkap makna yang rasional dengan menggunkan akal aktif. Menurut Ibn Bajjah, akal memiliki nilai yang besar yang karenanya manusia bisa mengenal dan memahami banyak hal.
Ibn Bajjah berpendapat bahwa jiwa akan bekerja dengan baik ketika didukung penuh oleh semua daya. Jiwa akan kekal setelah mati, dan jiwalah yang akan bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan oleh seseorang di masa hidupnya dari hasil perbuatan daya-daya yang ada.
Jika dilihat dari konsep jiwa dan daya yang dibuat oleh Ibn Bajjah, maka hal ini mengarah pada kognitif psikologi. Psikologi kognitif memiliki proses dari pemberian stimulus, memberikan persepsi, lalu proses berpikir (penalaran), dan yang terakhir hasil berupa pendapat atau perspektif. Ibn Bajjah menyebutnya pengetahuan, yang berasal dari panca indra yang menangkap objek persepsi dan menghasilkan sebuah persepsi serta pemikiran.
Penalaran rasional merupakan jalan untuk mencapai pengetahuan yang sejati. Bagi Ibn Bajjah, penalaran rasional akan mengantarkan manusia pada proses belajar untuk mendapatkan pengetahuan tentang dirinya dan tentang akal aktif.
Manusia memiliki batas dalam kemajuan pikiran dan rohani yang dimilikinya, tetapi dari keterbatasan ini Allah juga akan memberikan kenikmatan berupa nur.
Ibn Bajjah menambahkan bahwa barangsiapa yang menaati Allah maka akan diberikan kenikmatan nur pada akal yang dimilikinya. Begitupun sebaliknya, siapa yang durhaka maka Allah akan menutupnya dari nur, sehingga ia akan merasa di dalam situasi gelap dan bodoh. [AR]