Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS), merupakan sebuah konferensi studi Islam tingkat internasional yang diprakarsai oleh Kementrian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Gelaran tersebut dilenggarakan tahun ke-tahun dengan lokasi yang berbeda-beda, tentunya dengan tema yang juga berbeda-beda.
Mengusung tema “Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace”, AICIS ke-22 tersebut diselenggarakan di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Nantinya, AICIS 2023 akan membahas mengenai isu-isu yang diangkat oleh 180 paper pilihan yang dibagi ke dalam 48 paralel. Ajang tersebut akan berlangsung 2-5 mei 2023.
Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI), Yaqut Cholil Qoumas membuka langsung AICIS 2023 dalam sesi Opening Ceremony yang diselenggarakan 2 Mei 2023 di gedung Sport Center UINSA. Selain itu, nampak juga beberapa tamu undangan lain seperti Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam Kemenag RI, Muhammad Ali Ramdhani; Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa; para Rektor dan Akademisi dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia, perwakilan agama lain, hingga para Intelektual dari mancanegara.
Opening Ceremony dimeriahkan oleh penampilan-penampilan yang begitu mengagumkan dari Mahasiswa UINSA, di antaranya adalah Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UINSA, dan tari teatrikal bertajuk “Selebrasi Nusantara. Selain itu, gelaran tersebut juga dimeriahkan dengan Stand Up Comedy oleh Boris Bokir.
Menilik Sejarah Lahirnya AICIS
Bulan Februari tahun 2001 lalu, telah diadakan pertemuan tahunan para Direktur Pascasarjana dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan Universitas Islam Negeri (UIN); yang dirangkum menjadi PTKIN se-Indonesia di Hotel Setia Budi. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa forum kajian ini diberi nama ”Annual Conference on Islamic Studies (AICIS)”. Ajang ini pertama kali dilaksanakan di IAIN Walisongo Semarang, tepatnya bulan Desember 2001.
Saat itu, penyelenggaraan AICIS masih terbilang sederhana. Hal ini terlihat dari terbatasnya jumlah narasumber yang hanya ada dua narasumber utama, yakni A. Qadri Azizi (Rektor IAIN Walisongo waktu itu), dan M. Atho Muzdhar (Rektor IAIN Sunan Kalijaga kala itu). Di samping narasumber utama, juga ada narasunber dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang. dan pesertanya. Selain itu, keterbatasan juga nampak dari jumlah pesertanya.
Dalam gelaran tersebut, dipresentasikan makalah-makalah hasil penelitian yang di lingkungan PTKIN se-Indonesia. Meskipun diselenggaraan secara sederhana, namun ajang ini bisa dibilang sukses oleh tuan rumah. Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari dukungan sang Rektor, A. Qadri Azizi.
Dalam Annual pertama tersebut, menyoroti tentang efektivitas proses bimbingan Tesis dan Disertasi dari dua orang pembimbing, yakni pembimbing materi dan pembimbing metodologi. Menurut Atho, pembagian seperti ini dinilai kurang efektif, sebab dua hal tersebut (materi dan metodologi) merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan.
Selain itu, banyak juga hal lain yang menjadi titik fokus dalam gelaran pertama tersebut, di antaranya tentang metodologi studi Islam yang perlu menggunakan pendekatan inter dan multi disiplin ilmu dalam memperljari agama, juga tentang pemaknaan budaya akademik.
Wujud Moderasi Beragama
Dalam tema yang diusung dalam ajang AICIS 2023, setidaknya didapati tiga aspek penting, yakni rekontekstualisasi fiqh, kesetaraan kemanusiaan, dan perdamaian yang berkelanjutan. Aspek-aspek tersebut, merefleksikan konsep moderasi dalam hal bergama.
Moderasi beragama merupakan cara pandang muslim dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, radikal, dan tidak melontarkan ujaran kebencian (hate speech) kepada agama lain. Moderasi beragama menjunjung tinggi nilai-nilai hidup untuk rukun, saling menghormati, menjaga dan bertoleransi tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan yang ada.
Dalam sesi Opening Ceremony saja, sebenarnya dapat dilihat wujud dari moderasi beragama, dimana tampak hadir beberapa tokoh agama lain duduk setara dengan umat Islam yang hadir. Hal tersebut tentu saja patut disorot, dimana gelaran yang sebenarnya berfokus pada topik Pendidikan Islam, justru mengundang tau dari agama lain. Sungguh, hal ini merupakan perwujudan Islam yang moderat, yang nantinya membawa kedamaian dengan segala perbedaan yang ada.
Selain itu, pengisi acara yang tampil sebagai komika pun merupakan seorang non-Muslim. Jika ditelaah, sebenarnya banyak komika lain yang sebenarnya beragama Islam sehingga lebih “pantas” berdiri di panggung konferensi pendidikan Islam. Namun, tentu saja pandangan tersebut tidaklah tepat. Islam yang moderat, tidak merasa dirinya paling benar.
Pemilihan pengisi acara tentu saja telah dipikirkan dengan matang oleh panitia. Bukan karena sekuler, pemilihan Boris Bokir sebagai komika ini lagi-lagi karena panitia ingin mewujudkan islam yang moderat, selaras dengan tema yang diusung AICIS 2023.
Selain itu, sebenarnya Boris Bokir juga ramai diperbincangkan akhir-akhir ini. Fenomena “Log In” yang sebetulnya merupakan tajuk dari salah satu segmen kanal Youtube Close the Door milik Deddy Corbuzier. Dalam konten tersebut, Boris Bokir yang merupakan non-muslim dipasangkan dengan seorang Habib, yakni Ja’far al-Haddar.
Di dalamnya, mereka mengobrol dengan topik pembahasan lintas agama, sehingga merefleksikan Islam yang moderat pada sisi Habib Ja’far. Terbukti, jenis konten seperti ini dapat menggugah selera generasi millenial dalam belajar agama.
Dalam hal ini, diharapkan umat Islam mampu merefleksikan nilai moderasi beragama dalam setiap perjalanan hidupnya, seperti yang telah dicontohkan panitia dalam sesi Opening Ceremony gelaran AICIS 2023 agar kehidupan umat manusia dapat berlangsung dengan aman dan damai sejahtera.