Sebuah kenangan yang tak kan terlupakan.
Suatu hari pada suatu tahun, yang telah aku lupa, aku ziarah entah untuk ke berapa kalinya, ke tempat peristirahatan terakhir Gus Dur. Kali itu aku bersama/mendampingi Ibu Shinta Nuriah, dan keluarganya. Kami berangkat dari rumah masing-masing, dan bertemu di Jombang. Sampai di sana aku diminta memimpin Tahlil (membaca kalimat Tauhid “LA ILAHA ILLA ALLAH”). Kami membacanya sebanyak 100 x, lalu berdoa untuk Nabi, keluarga dan para sahabatnya, semua kekasih Allah (waliyullah), khususnya Gus Dur, Kiyai Hasyim Asy’ari, Kiyai Wahid Hasyim dan keluarga mereka semua, dan kaum muslimin muslimat dan seterusnya.
Sesudah itu, mereka masing-masing masih diam di tempat untuk beberapa saat, berdoa lagi sendiri-sendiri. Aku sendiri sambil masih bersama mereka. Dalam posisi duduk aku menulis Puisi. Inilah :
Rindu Gus Dur
Gus Dur
Duhai rinduku
Bagaimana keadaanmu di bawah tumpukan lempung basah ini?
Duhai kangenku
Bagaimana engkau di tempat istirahmu yang baru ini?
Semoga engkau selalu bahagia
Gus
Bilamanapun aku tak lagi bisa memandang wajahmu
Seperti kemarin
Dan tak lagi mendengar ceritamu
Yang menawan dan menghibur
Seluruh kisah dirimu yang indah telah memenuhi ruhku
Gus Dur
Bilapun engkau telah jauh dari tatapan mataku
Tetapi aku masih selalu melihatmu dengan mata jiwaku
Meski engkau telah pulang
Dan tak akan kembali,
Ruhmu bermukim dalam palung jiwaku
Dan aku selalu merinduimu
Gus,
Aku ingin mengutip kata-kata Maulana Rumi
“الوداع لا يقع إلا لمن يعشق بعينيه…أما ذاك الذي يحب بروحه وقلبه فلا ثمة انفصال أبدا.”
جلال الدين الرومي
Ucapan Selamat Tinggal hanya terhadap orang yang mencintai dengan kedua bola matanya
Sedang dia yang mencintai dengan jiwa dan hatinya,
Tak ada kata perpisahan.
Yang kedua Itu aku Gus
Sore: 02.12.18
04.12.2020
HM