Pasca-merebaknya virus radikalisme, ekstremisme, dan terorisme meluas di Indonesia dan di berbagai negara lain, muncul wacana pengarusutamaan “Islam moderat” sebagai penangkalnya. Menurut pengusungnya, hanya Islam Moderat yang relevan dengan kultur masyarakat Indonesia yang sangat plural dari ragam ras, agama, geografi, dan budaya.
Tawaran ini mendapat cibiran serius bagi penolaknya. Bagi mereka yang menolak, Islam Moderat adalah Islam setengah-setengah, tidak utuh, penakut, tidak serius, dan lain sebagainya. Mereka menawarkan “Islam Kaffah” yang dianggapnya sejalan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.
Menurut amatan saya, kedua istilah “Islam Moderat dan Islam Kaffah” sama-sama tidak tertulis secara jelas dalam al-Qur’an dan sepertinya di sini ada mis-interpretasi pada al-Qur’an. Q.S. al-Baqarah [2]: 143 yang menyebut kata “wasathan” yang kemudian dijadikan kata sifat “wasathiyyah” yang berarti moderat, sesungguhnya bukan sifat dari Islam sehingga disebut “Islam Moderat”, melainkan sifat dari “ummah” yang berarti “ummatan wasathan“-umat yang moderat. Jadi yang moderat/wasathan bukan Islamnya, melainkan “perilaku umatnya”.
Demikian pula istilah “Islam Kaffah”. Lafal Kaffah disebut sekira 5 kali dalam al-Qur’an. Yang sering dijadikan rujukan istilah “Islam Kaffah” adalah Q.S al-Baqarah [2]: 208 yang berbunyi Yā ayyuhā al-ladzīna amanū udkhulū fī al-silmi kāffah [Wahai orang yang beriman masuklah kalian ke dalam al-silmi seluruhnya]. Lafal kāffah ini apakah “taukīd/menguatkan” dhamīr dalam udkhulū, yang berarti masuklah kalian seluruhnya ke dalam Islam? Ataukah men-taukīd-i lafal al-silmi, yang berarti masuklah kalian ke dalam “Islam seluruhnya”. Bagi yang membaca 3 ayat lainnya yang menggunakan kata kāffah, yaitu di Q.S. al-Taubah ayat 122 dan 31 serta Saba’ ayat 28, akan segera memahami bahwa kata “Kāffah” adalah taukīd/hāl dari dhamir udkhulū, sehingga maknanya “masuklah kalian seluruhnya ke dalam Islam”.
Jadi Islam Moderat dan Islam Kaffah, kedua istilah ini sama-sama tidak dikenal dalam al Qur’an. Lalu yang moderat apanya? Yang moderat adalah “umatnya”. Artinya, bagaimana umat islam menyikapi secara moderat doktrin-doktrin agamanya. Mengapa perlu moderat? Sebab al-Qur’an dan dan al-Sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam bagikan “lautan” yang menyediakan apa saja. Ayat yang menyuruh perang dan membunuh ada, yang menyuruh damai ada, yang menyuruh membalas ada, yang menyuruh memaafkan dan taubat banyak, yang menyuruh masuk Islam ada, yang menyarankan kebebasan memilih agama juga ada, yang galak ada, dan yang ramah juga ada. Ayat manakah yang mau diikuti?
Tentu saja jawabannya, mengikuti semuanya. Nah, mengikuti semuanya itu butuh penyikapan secara moderat. Jika mengikuti ayat perang, ayat bunuh, ayat qisas, ayat potong tangan, ayat cambuk, maka Islam kelihatan galak. Sebaliknya, jika mengikuti ayat pemaafan, ayat pertobatan, ayat ramah, maka Islam kelihatan tidak berdaya. Nah, di sinilah dibutuhkan penyikapan yang moderat bagi umatnya.
Bagiamana supaya umat memiliki penyikapan yang moderat? Ulama sudah menyiapkan metodologi bagaimana memahami Islam. Insya Allah akan ditulis dalam kesempatan yang lain. Jadi jangan rebutan jargon Islam Kaffah maupun Islam Moderat, karena keduanya tidak dikenal dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Yang penting bagaimana kita sebagai umat Islam bersikap wasathiyyah, menjadi ummatan wasathan. [MZ]