Mukadimah Corona
Corona itu, tamu nyata dunia,
hadirnya tak terihat mata namun nyata adanya
bagai hantu kegelapan, diterik panas cahaya
menyisir waktu disekat-sekat keramaian
Menyebar bagai musafir
Menakuti seperti vampir
Membunuh layaknya martir
Sekecil debur debu berdapak seribu
tumbuh dalam redup penglihatan
rumbai ototnya bertempur imun tubuh
siapa digdaya?
Corona itu,
mukadimah disecarik kertas
hanya awalan, akhiran itu akhirat
tentang isi dan penutupnya
antaramu dengan Tuhanmu.
Gresik, 2020.
Sepasang Dok dan Sus
Di keramaian lara,
aku jembatan penyambung bahagia
berkoma sembuh tidaknya atma (,)
bertitik atas ketetapan Kuasa (.)
dok itu, nama depanku
orang-orang fasih mengucapnya
mencariku mudah..
aku selalu ada di dinding waktu
bersebelahan dengan jendela pasien pesakitanku
pakaianku tidaklah bianglala
namun selalu menyatu dalam warna brownis pandan
kalungku tak melingkar
ia bersender seperti kaca mata
bergandulkan denyut nadi
bersenjatakan jarum suntik
aku berpasangan dengan Sus
ia teman setia dibawah cahaya kamar operasi
gunting, benang, pisau .. berjejer dihidangkannya
rudira yang deras keluar dari daksa
nafas yang terengah entah ada dan tiada
menjadi tanggung jawab bernahkoda sumpah
keberadaanku seperti lampu
skakelnya adalah jemari Ilahi
kadang menyala ada, kadang mati tiada
Aku seperti malaikat
untaianku obat
coretanku taat
petunjukku syafaat
aku didewasakan waktu
namun aku tetaplah insan buana
tentang keterbatasan,
yang kadang lupa arah
kami sepasang
dok dan sus
diperuntungan dalam kesusahan orang-orang
Sidayu, 2020.
Izinnkan Aku Mengenal/Mu
Kini, aku hidup di Dunia Utopia
tidak seorang diri melibas asa
dalam kungkung sejarah yang tercipta tak sama
kuingin mengenal siapa bapak ku?
kuingin mengenal siapa ibu ku?
Dalam rongga kegelapan tanpa cahaya
bising suara yang menyelimut di kepala
dalam diri pun masih penuh tanya..
Kulihat mentari terbit gembira di ujung Timur
dan tenggelam sumringah di ujung Barat, namun masih kutemui tanya..
Perjumpaan cahaya dengan cahaya
tapi kasyaf diri berkabut dosa
membutakan mata dari butir sejatinya cinta
Apakah aku ini manusia tanpa manusia
ataukah domba-domba dalam kitab Nya
Bertudung rindu aku mencari Mu
dalam cermin bisu, kupandang diriku kaku
kutemui bapak ibukku terlahir satu.
Kutemui Satu
dengan mengenal Nya, tabir tanya terbuka nyata
dengan mengenal Nya, kumengenali mu
dengan mengenali mu, kutau siapa diriku
Gresik, 2020.
Sebatas Hamba
Aku masih disini bersimpuh menghamba
terkelungkup dalam bejana buana
dikolong kursi kayu mu,
sedang Engkau duduk atas kuasa
Aku ingin merayu Mu
di angin yang pulang mengempas bumi
di langkah menggunung memuncak sunyi
di bait suci bertinta rindu
di jalur-jalur darah beroda cinta
duhai penggerak kaki-kaki semut
Engkau Kuasa, sedangku hamba
Gresik, 2020.
Masih Hujan
Meluruhkan ingatan,
ada hujan yang membasah dan membasuh
Debu-debu menggumpal bercampur air mata
Sedang rindu dibawah tetes masih menetes
Mulianya mentari mengalah sejenak
mempersilahkan hujan mengucurkan rindunya
Hujan masih air,
kebencian
palsu harapan
omong kosong cita tanpa asa
membayang disela jatuh butirnya
membelah ruang-ruang
menciptakan rupa pelangi dalam kegelapan
Gresik, 2020
Ilusi Kepergian
Kau ada dalam ketiadaan,
pikiran yang kemana-kemana
hidup dalam angan yang terbagi udara
jarak dekat dimata namun tak terdekap
kuraba-raba..
ternyata hanya ilusi disaat sepi
Kau yang ada dalam diam, bicaralah
Kau yang ada dalam jauh, mendekatlah
Kau yang hanya ilusi, pergimu kamana!
Gresik, 2020