Ahmad Zainul Hamdi—atau yang familiar disapa Ahmad Inung—adalah salah satu pegiat gerakan di kalangan Nahdliyin muda, gerakan Gusdurian, dan gerakan di masyarakat, berbasis di Surabaya.
Ahmad Inung lahir di Lamongan, 18 Mei 1972, dari orang tua yang bernama Bapak Kupsan dan Ibu Halimah. Kedua orang tuanya adalah santri yang taat, sehingga sangat memperhatikan pendidikan anaknya, sehingga semenjak kecil Inung dididik dasar-dasar agama, membaca Alquran, dan praktik salat.
Pendidikan formalnya dimulai di MI Ma’arif Gempol, Pading, Lamongan; kemudian melanjutkan ke jenjang menengah di MTs Matholiul Anwar, Simo, Sungelebak, Lamongan; dan kemudian melanjutkan pendidian di MAN Lamongan.
Ketika di Lamongan itu, Ahmad Inung juga nyantri di Pesantren Tanwirul Qulub, dan di antara gurunya adalah KH. Fadlil Marzuki.
Ketika Inung mengenyam pendidikan di Pesantren Mathaliul Anwar, pesantren ini sedang diasuh oleh KH. Mahsuli Effendi. Dengan tekun Inung belajar kitab-kitab dasar yang menjadi kurikulum pesantren, mulai fiqh, tauhid, akhlaq, dan nahwu sharaf, seperti al-Ajrūmīyah, Aqīdat al-Awwām, Hidāyat al-Shibyān, Safīnat al-Najāh, Matan Ghāyah wat Taqrīb, dan beberapa yang lain.
Pasca-lulus dari MAN Lamongan, Inung pun melanjutkan kuliah di UIN Malang pada Fakultas Tarbiyah (lulus tahun 2006). Ketika di kota Malang ini, Inung juga belajar di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Gading Malang, di bawah asuhan KH. Abdurrahim Amrullah Yahya (yang paling tua), dengan tiga kiai yang lebih muda mendampinginya, yaitu KH. Abdurrahman (Gus Man), KH. Abdurrahmad (Gus Mad), dan KH. Baidhawi Muslih.
Pengajian yang diikuti Inung di pondok ini, di antaranya ngaji Bulūgh al-Marām, Fath al-Mu‘īn, al-Arba‘īn al-Nawawī, Tafsir Jalālayn, Ihyā Ulūm al-Dīn, Ibnu Aqil, Umm al-Barāhin, dan lain-lain. Di antara guru yang dekat dengan Inung, di pesantren ini, seperti diakuinya, adalah Gus Mad (KH. Abdurrahmad).
Selain ngaji di pesantren, ketika di Malang, Inung juga aktif di PMII Malang. Pada saat itu, organisasi mahasiswa sedang giat-giatnya melakukan kritik kepada rezim Orde Baru di bawah kendali Soeharto. Inung serta PMII termasuk vokal menyuarakan kritik di berbagai diskusi dan demonstrasi.
Kiprah Inung di PMII Malang menghantarkannya menjadi Wakil Ketua PKC PMII Malang, yang ketuanya saat itu dipegang oleh Andre Dewanto (mantan Ketua KPU Jawa Timur), dan dilanjutklan Malik Haramain (Politisi PKB); dan sampai menjadi Wakil Korcab PMII, Jawa Timur, yang saat itu ketuanya adalah Imam Nahrawi (Mantan Menpora zaman pemerintah pertama Jokowi).
Setelah lulus dari Fakultas Tarbiyah IAIN Malang pada tahun 1996, Inung melanjutkan kuliahnya ke jenjang Strata Dua jurusan Pemikiran Islam di UIN Sunan Ampel (lulus tahun 1999); dan S3 UIN Sunan Ampel dengan mengambil konsentrasi Dirasat Islam. Kiprahnya di dunia akdemik, dimulai ketika diterima menjadi dosen ASN di IAIN Ponorogo (2006-2008); setelah itu mutasi dosen dari IAIN Ponorogo ke UIN Sunan Ampel Surabaya (2008-sekarang), sambil mengajar juga di Pascasarjana UIN Sunan Ampel, IAIN Kediri (sejak 2016), Unisma Malang, dan UNIRA Malang (sejak 2016).
Di dalam gerakan masyarakat, ketika tinggal di Surabaya, Inung bersama sahabat-sahabat dari kalangan muda NU di Surabaya, mendirikan eLSAD, seperti Maulidin, Anom Suryoputro, Zainul Hamdi (Inung), Zainal Munasichin, Wahyuni, Aminoto, Masyhur Abadi, dan lain-lain. Di Surabaya dan Jawa Timur, lembaga ini pernah menjadi terkenal, karena menerbitkan jurnal Gerbang yang cukup tebal dan isinya sangat berbobot, dan menerbitkan beberapa buku. Akan tetapi, lembaga ini akhirnya bubar.
Setelah itu, bersama sebagian kaum muda, Ahamd Zainul Hamdi terlibat dalam pendirian CMARs Surabaya, dan pernah menjadi deputi Manajer Program 1 tahun (2011-2012) dan Manajer Program 3 tahun (2013-2015). CMARs Surabaya (yang memeliki web beralamat dicmars.syintasite.com., kepanjangan dari Center for Marginalized Communities Studies, didirikan pada tahun 2004, dengan melibatkan akdemisi, aktivis, dan tokoh agama Islam yang prihatin dengan keadaan pascareformasi, ternyata masih banyak dihiasi oleh komunitas marjinal (iman, budaya, jermder, dan seksualitas) yang tersingkir. Dalam kepengurusan CMrs ini, ada Dede Oetomo, Otman Ralibi H. Ali, dan Faishal Aminudin (Dewan Pengawas); Ahmad Subakir, Maftuhin Rasmani, dan Khorul Faizin (Majlis Permusyawaratan), dan Wahyuni Widyaningsih (Majlis Tanfidz, sebagai Direktur Eksekutif), Ahamd Zainul Hamdi dan Nanang Haryono (Departemen Penelitian aan Advokasi), Akhol Firdaus dan Rahmat Ari Wibowo (Departemen Pendidikan dan Publikasi).
Ternyar, Inung dan para akademisi muda menginisiasi dakwah Islam Moderat melalui portal Islam Arrahim.ID, sebuah portal yang mencoba mendiseminasikan ide, gagasan, dan informasi keislaman untuk menyemai moderasi berislam dan beragama. Tujuannya agar masyarakat secara luas dapat menumbuhkembangkan wawasan dan perilaku keagamaan yang moderat dan toleran demi tegaknya NKRI yang berkeadaban.
Kiprahnya di dunia akademik, gerakan masyarakat, damn dunia aktivis, menghantarkannya dipercaya menjadi narasumber, dan fasilitator di berbagai forum. Sebagai fasilitator handal, Inung, pernah menjadi Fasilitator Tetap Sinergi Indonesia (2011-Sekarang); dan fasilitator Pelatihan HAM, dan menjadi narasumber di berbagai seminar dan petrmuan anak-anak muda NU. Selian itu, di Bali Lite, Ahmad Zainul Hamdi, pernah menjadi Deputi Manajer Program (2015-2016); dan di minta menjadi Interviewer LPDP (2016-2018) oleh Kementerian Keuangan.
Inung juga sering melakukan berbagai riset, menulis artikel di Koran dan jurnal, juga menulis dan mengedit buku. Di antara buku-buku hasil olahannya, adalah Ruang untuk yang Kecil dan Berbeda: Pemerintahan Inklusif dan Perlindungan Minoritas (Editor dan Penulis, Gading, 2017); Wacana & Praktik Pluralisme Keagamaan di Indonesia (Editor dan Penulis, Daulat Press, 2017); Intoleransi, Revitalisasi Tradisi, dan Tantangan Kebhinekaan Indonesia (Penulis chapter, AWC UI, 2017); Electoral Dynamics in Indonesia: Money Politics, Patronage and Clientalism at the Grassroots (Penulis chapter, NUS Press Singapore, 2016); dll. Lebih jauh lihat profilnya di Google Scholar.
Ketika Jaringan Gusdurian didirikan, Inung terlibat secara intens, termasuk dalam merumuskan Sembilan Nilai Utama Gus Dur, mengisi kelas-Kelas Gusdurian, dan mengisi berbagai workshop yang diadakan. Guru-guru muda dari Jawa Timur, dalam jaringan ini, selain Inung, adalah Wahyuni Widyaningsih, Hakim Jayli, dan beberapa yang lain.
Inung, meski malang melintang di dunia aktivis dan akademik, adalah orang yang mempercayai keberkahan sedekah, sesuatu yang memang diajarkan sejak dari pesantren. Di kalangan anak-anak muda, terutama di Gusdurian, dikenal sebagai orang yang sangat pemurah dan menjadi fasilitator handal.
Ilmu kefasilitatorannnya, belum bisa ditandingi oleh Heru Prasetia, yang juga sering menjadi fasilitator di acara-acara Gusdurian, sehingga di acara-acara Gusdurian, Inung sangat dikenal di kalangan anak-anak muda.
Selain menyukai amal-amal wirid dari gurunya dan mendawamkan Sholawat Tafrijiyah/Nariyah 7 x setiap selesai salat, dan Ayat Kursi 7x setiap selesai salat, Inung juga sangat senang musik-musik klasik. Akhir-akhir ini, seringkali mengisi pengajian-pengajian di beberapa tempat. Dalam berbagai kiprahnya itu, Inung, didampingi istri yang bernama Ayik Zakiyah Ekowati, dan dikarunia dua anak: Firsta Regina Citasmara dan Sania Idayu Virginia.
Semoga sehat, panjang umur, dan berkah.
Editor: MZ