Mercy Ayu Hanurani Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Cara Dakwah Sunan Bonang di Tuban

2 min read

Tuban adalah suatu nama kota yang berada di Jawa Timur. Tuban memiliki banyak sejarah mengenai perkembangan Islam yang ada di Nusantara, khususnya di pulau Jawa Timur.

Tuban terkenal akan banyaknya wisata religi yang ada di sana, maka tidak heran jika Tuban dikenal dengan sebutan “Kota Wali” atau “Bumi Wali”. Selain disebabkan mayoritas penduduknya yang beragama Islam dan banyaknya makam wali, terdapat ciri lain yang mendukung simbol kewalian tersebut. Cirinya antara lain pondok pesantren, masjid, musholla atau warga sekitar kadang menyebutnya dengan sebutan langar, serta madrasah-madrasah yang tumbuh dan berkembang hingga berjumlah ribuan yang tersebar di wilayah Kabupaten Tuban.

Di sana juga terdapat keberagaman situs makam-makam para wali lainnya yang jumlahnya banyak dan tersebar di wilayah-wilayah yang ada di Kabupaten Tuban.  Menurut bukti peninggalan sejarah yang ada di Tuban, terdapat tiga tokoh utama dalam penyebaran Islam yang dikenal masyarakat hingga saat ini, beliau adalah Sunan Bonang, Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi, dan Mbah Bejagung. Dalam mengarungi perjalanan sejarahnya, Kabupaten Tuban tidak bisa terlepas dari sejarah da’i dan muballigh Islam.

Sunan Bonang memiliki nama asli Raden Maulana Makhdum Ibrahim. Beliau merupakan seorang putra dari Raden Rahmat atau yang sering dikenal dengan nama Sunan Ampel. Sunan Bonang mengembangkan metode dakwah Islam melalui kesenian. Diantara keseniannya yaitu ada kesenian wayang, tasawuf, tembang, dan sastra sufistik. Di mana karya sastra sufistik Sunan Bonang yang terkenal adalah karya sastra yang bertajuk Suluk Wujil.

Gamelan juga merupakan salah satu media yang digunakan oleh Sunan Bonang dalam perjalanan beliau untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa ini. Gamelan ini sudah ada dari zaman Hindu-Budha. Maka tidak heran ketika Sunan Bonang memainkan gamelan banyak masyarakat yang tertarik kemudian mendatangi asal bunyi tersebut. Namun, dalam perjalanan dakwahnya, Sunan Bonang menciptakan alat gamelannya sendiri yang bernama bonang. Bonang berbentuk bundaran yang mirip dengan gong namun dalam ukuran kecil.

Baca Juga  Pluralisme di NU: Mitos Atau Realitas?

Selain alat musik, Sunan Bonang juga dikenal sebagai dalang. Kesenian lain yang Sunan Bonang pakai dalam dakwahnya yakni pertunjukan wayang ditambahkan ricikan, yaitu kuda, gajah, harimau, garuda, kereta perang, dan rampogani untuk memperkaya pertunjukannya. Dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam (2013) Hery Nugroho menuliskan bahwa dakwah Sunan Bonang yang lain adalah melalui penulisan karya sastra. Yang bertajuk Suluk Wujil. Saat ini, naskah asli Suluk Wujil disimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.

Selain itu, Sunan Bonang juga meyampaikan dakwah Islam melalui lagu. Lagu ciptaan Sunan Bonang yang bertajuk “Tombo Ati” yang berarti Ketentraman Jiwa, yang pasti sudah tidak asing apalagi di kalangan masyarakat Jawa. Lagu ini tidak hanya sekedar lagu biasa, karena di dalamnya juga memiliki makna yang sakral, berisi hukum-hukum serta kewajiban yang perlu dilakukan oleh seorang Muslim. Di mana liriknya sebagai berikut.

“Tombo Ati”

Tombo ati iku lima perkarane. Kaping pisan, maca Qur’an sak ma’nane. Kaping pindho, sholat wengi lakonono. Kaping telu, wong kang sholeh kumpulana. Kaping papat, weteng iro ingkang luwe. Kaping lima, dzikir wengi ingkang suwe. Salah sakwijine sapa bisa nglakoni Insya Allah Gusti Pangeran ngijabahi.

Sunan Bonang sebetulnya mendirikan masjid yang digunakan sebagai pusat dakwahnya. Masjid itu adalah Masjid Astana yang hingga kini tetap berdiri kokoh. Masjid Astana ini berada di kompleks makam Sunan Bonang. Selain menjadi tempat ibadah, masjid ini dulunya juga menjadi tempat mengajar yang dilakukan oleh Sunan Bonang.

Sunan Bonang sudah mempersiapkan dan memperhitungkan segalanya dengan cerdik. Apa yang akan dipersiapkan untuk kedatangan para warga untuk melihatnya memainkan bonang atau alat music yang digunakan beliau dalam berdakwah menyebarkan agama Islam. Oleh sebab itu, beliau mempersiapkan kolam yang berada di depan masjid. Warga masyarakat yang henak masuk ke masjid harus membasuh kakinya terlebih dahulu.

Baca Juga  Al Qur'an itu Kitab Solutif, Tapi Perlu Alat Untuk Memahaminya

Setelah warga memenuhi dalam masjid, Sunan Bonang mulai mengerjakan tembang-tembang yang didalamnya terdapat makna dan tentu saja memuat ajaran agama Islam. Sesampainya di rumah, masyarakat menghafalkan sendiri tembang yang dipelajari tersebut. Tidak lupa mereka juga mengajarkannya pada sanak saudara. Kurang lebih semacam itulah proses dakwah yang dilakukan oleh Sunan Bonang hingga para santrinya tersebar tidak hanya di Kota Tuban saja, melainkan tersebar di berbagai daerah di nusantara.

Mercy Ayu Hanurani Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya