

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْۗ
Artinya: Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya.
Ayat di atas sering kali dijadikan sebagai justifikasi superioritas laki-laki terhadap perempuan, khususnya dalam konteks keluarga. Terlebih lagi, dalam ruang lingkup masyarakat yang masih kental dengan budaya patriarki, laki-laki sering kali ditempatkan sebagai pemimpin, sedangkan perempuan berada di bawah kepemimpinannya. Bahkan, seorang istri diwajibkan untuk patuh terhadap titah suaminya. Jika istri membangkang, maka sebagai kepala keluarga suami berhak “mendidik” istrinya.
Seiring berjalannya waktu, penafsiran klasik tentang qawwamun yang dianggap merugikan perempuan mendapatkan respons dari beberapa intelektual Muslim perempuan. Salah satunya Amina Wadud yang sangat menentang penafsiran QS. An-Nisa ayat 34. Menurutnya, kepemimpinan tersebut bersifat kontekstual, bukan normatif, sehingga dapat berubah seiring berubahnya situasi dan kondisi sosial budaya yang terjadi di masyarakat.
Kaitannya dengan makna qawwamun, beberapa hari yang lalu saya melihat sebuah unggahan pada akun Ni’mah Zaidah di Instagram. Unggahan tersebut menampilkan video pendek yang memperlihatkan seorang akademisi, Dr. Nahla Shabry Al-Saeedi, yang menjelaskan makna qawwamun dalam Al-Qur’an.
Dr. Nahla Shabry Al-Saeedi merupakan putri dari ulama Al-Azhar, Syeikh Sabry Qutb El-Saeedi. Ia menjadi perempuan pertama yang memegang jabatan penasihat Grand Syaikh Al-Azhar dalam sejarah 1.000 tahun Al-Azhar. Mengutip dari mbs.sch.id, sebelumnya ia menjabat sebagai otoritas agama tertinggi dalam Islam Sunni dan dekan Sekolah Tinggi Ilmu Pengetahuan Islam untuk Ekspatriat serta kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Mahasiswa Internasional.
Ia juga pernah diangkat sebagai wakil dekan Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab untuk Perempuan di Kairo dan dekan Fakultas Ilmu Islam untuk pelajar asing di Nasr City pada Januari 2019. Mengutip dari muallimaat.sch.id, Dr. Nahla baru saja berkunjung ke Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta pada 7 Februari 2025. Dalam kunjungan tersebut, Dr. Nahla berpesan bahwa bahasa Arab merupakan ilmu yang penting untuk dipelajari oleh para siswi dan guru.
Sebagai seorang cendekiawan perempuan Mesir, Dr. Nahla juga merupakan salah satu dari 50 perempuan paling berpengaruh di dunia. Sejauh informasi yang penulis dapatkan, Dr. Nahla sering melakukan kunjungan ke Indonesia sebagai pembicara dalam berbagai dialog dan seminar.
Dalam beberapa kunjungannya ke Indonesia, Dr. Nahla selalu membahas tentang pengaruh dan peran penting perempuan. Bahkan pada pertemuannya tahun 2023 bersama Wapres Ma’ruf Amin, Dr. Nahla berpesan bahwa perlu dibentuk Majelis Ulama Perempuan Global dalam rangka memberikan ruang bagi perempuan untuk membahas isu-isu global.
Dalam acara Islam untuk Transformasi Indonesia yang tayang di YouTube Metro TV, tampak Dr. Nahla bersama Din Syamsuddin serta beberapa santri lainnya membahas tentang peran perempuan dalam transformasi bangsa. Dr. Nahla mengatakan bahwa perempuan memiliki peran yang strategis dalam berkembangnya suatu bangsa. Sebab, perempuanlah yang mencetak laki-laki, karena ibu adalah teladan bagi anak-anaknya. Ucapan, tindakan, serta sikap seorang anak adalah hasil interaksi bersama ibunya.
Oleh sebab itu, untuk merealisasikannya dibutuhkan dukungan dari seorang laki-laki (suami). Hal ini dikarenakan seorang ibu adalah pencetak laki-laki, sehingga dengan tanggung jawab besar tersebut, maka laki-laki seharusnya membantu perempuan. Datangnya ayat tentang “laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan” adalah untuk mendukung dan membantu perempuan. Arti kepemimpinan di sini adalah kepemimpinan yang penuh dengan dukungan.
Namun, menurut Dr. Nahla, banyak yang salah paham dengan arti qawwamah. Mereka menganggap kepemimpinan berarti dominasi atas perempuan, padahal bukan demikian. Qawwamah yang dimaksud adalah dukungan, bantuan, dan perlindungan untuk perempuan agar dapat menjalankan tugas besar mereka. Karena laki-laki lebih kuat, maka dia harus memikul tanggung jawab untuk membantu perempuan.
Dengan hartanya, laki-laki bisa mendukung perempuan dengan memberikan nafkah, pakaian, dan segala kebutuhannya, sehingga perempuan dapat fokus merawat dan mendidik anak-anaknya. Meskipun begitu, bukan berarti laki-laki berdiri di depan perempuan, tetapi laki-laki harus berada di sisinya, berjalan bersama, dan menopang dari arah mana pun.
Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta