Nurul Zeyn Mahasiswi Pascasarjana Inkafa Gresik; Kontributor Antologi Cerpen 25 Bingkisan Rasa (2012), Senandung Rasa (2012), Dalam Balutan Pelangi (2012), Perempuan Tali Jagat 2: Petrichor (2018), Cowek Rembang (2018) dan Lillah (2020).

[Cerbung] Bukan Cinta Cleopatra – Bagian Kelima

2 min read

-Lanjutan Dari Cerita Sebelumnya-

Aku dan Ning Lisa duduk bersila di dekat tangga sementara Mbak Revi dan Najma asik berbincang dengan beberapa teman sedaerah tak jauh dari tempat kami duduk. Dari sudut lain yang terpisah rak buku, anak putra juga nampak akrab satu sama lain. Sesekali gelak tawa terdengar di sela mereka mengobrol. Momen berkumpul seperti ini memang sekaligus menjadi ajang temu kangen masisir yang untuk berbagi cerita. Biasanya, selain di sekretariat kami mengadalan diskusi atau kajian outdoor di taman-taman kota.

Saat duduk berdekatan seperti ini aku bisa lebih leluasa memperhatikan Ning Lisa, ternyata tubuhnya nampak sedikit lebih kurus, terlihat dari pipinya yang sedikit cekung dan pergelangan tangan yang agak kecil. Mungkin karena habis sakit. Tapi keayuan wajahnya tidak berkurang, malah semakin bersinar saat dia mengulas senyum dan menggelak tawa.

“Gimana? Berkas yang aku minta cek sudah kamu periksa, kan? Itu draf buat acara seminar kita bulan depan.”

“Sudah, Ning. Sudah oke. Tinggal mengisi detail isi seminarnya, nggih?”

“Iya. Masih nunggu konfirmasi dari narasumber. Beliau ini super sibuk, ini aja aku masih nunggu jadwal kapan beliau bisa free. Aku mengiyakan dengan anggukan.

“Abah Yai dan Ibu Nyai sehat, kan? Ibuk bilang kapan hari habis sowan dan Abah gerah.”

“Iya, Alhamdulillah sehat. Biasa Abah itu kecapekan ya gitu. Habis pulang dari sini langsung beruntun acara undangan ke luar kota.”

Di tengah kami mengobrol, tiba-tiba layar handphone Ning Lisa menyala. Sebuah panggilan telepon masuk.

“Iya, dalem, Kak? Oh, iya bisa. Nanti saya yang bantu atur jadwal. Njenengan bisanya Kamis depan ini? Oh, Kamis minggu depan lagi. Siap. Matur sembah nuwun nggih, Kak.”

Baca Juga  Al-Muntakhabāt: Mahakarya KH. Achmad Asrori al-Ishaqi [Bag 3-habis]

Dengan suara yang santun dan wajah sumringah Ning Lisa menutup sambungan telepon. Lalu memanggil Mbak Revi yang berjarak sekitar dua meter dari kami.

“Siapa, Ning? Kak Fayyadl?” Mbak Revi langgung menebak sebuah nama.

“Iya. Alhamdulillah, bisa. Kak Fayyadl siap menemani kita diskusi Kamis minggu yang akan datang. Nanti kita rapat sebentar ya? jangan sampai acaranya terkesan terlalu biasa. Malu nanti aku. Dan yang penting kita maksimalkan semua anggota KSW untuk hadir. Bikin flyer dari sekarang. Hubungi Ridho, ya?”

Aku masih diam karena memang tidak tahu apa dan siapa yang mereka bicarakan. Tapi dari yang kusimpulkan, KSW akan mengadakan acara diskusi dengan pemateri yang sepertinya orang spesial. Melihat betapa semangatnya Ning Lisa menerima telepon tadi.

“Kak Fayyadl itu mahasiswa Indonesia yang ambil S2 di sini. Orangnya pinter banget. Dia dari Gamajatim dan berkenan hadir mengisi kajian di KSW minggu depan. sudah lama kita minta waktunya dan baru hari ini dikabari kesediaannya. Wah, rasanya lega sekali.”

Aku merespons seperlunya saja. Mengangguk dan tersenyum. Sepintar apa orang bernama Fayyadl ini? Sampai-sampai kesediaannya hadir di forum KSW sangat dinanti.

Obrolan masih terus berlanjut hingga sore menjelang maghrib. Banyak yang kami bahas terkait KSW juga. Selain itu, kami juga merencanakan acara ziarah ke makam-makam ulama dan waliyullah.

Aku sangat excited karena selama ini hanya tahu nama-nama ulama ini dari kitab yang kupelajari selama di pondok. Membayangkan bisa  bermunajat langsung di depan makam-makam wali tentu hal yang sangat mengharukan dan menyejukkan hati.

“Nanti kita koordinasikan lagi dengan Gus Hamzah. Untuk yang perempuan, Revi ya tolong bantu koordinasi. Dibantu Najma.”

Baca Juga  Cermin Muslim: Sintesis Nalar, Perbuatan, dan Realitas Sosial

Ning Lisa menepuk pundak Mbak Revi dan disambut dengan anggukan tanda ‘siap’ kepada yang diberi amanah. Aku dan Najma lebih banyak menyimak. Karena sebagai junior kami hanya perlu manut selagi tidak dimintai pendapat. Mbak Revi adalah santri alumni yang diamanahi Abah dan Ibu Nyai untuk menemani Ning Lisa tinggal di flat. Karena alasan kesehatan, Ning Lisa memilih tinggal di flat dari pada asrama seperti aku dan Najma. [MZ]

-Bersambung-

Nurul Zeyn Mahasiswi Pascasarjana Inkafa Gresik; Kontributor Antologi Cerpen 25 Bingkisan Rasa (2012), Senandung Rasa (2012), Dalam Balutan Pelangi (2012), Perempuan Tali Jagat 2: Petrichor (2018), Cowek Rembang (2018) dan Lillah (2020).