Nuzula Nailul Faiz Alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga

Kisah Munafik Perusak Bumi dalam Al-Qur’an

2 min read

Salah satu misi ibadah untuk umat manusia dalam Islam adalah menjadi khalifah di bumi. Manusia harus menjalankan visi sebagai wakil Tuhan untuk merawat dan melestarikan lingkungan hidup di bumi dan alam semesta, untuk kehidupannya sendiri.

Sejalan dengan itu, banyak ayat dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang pelestarian lingkungan, sekaligus kecaman terhadap para perusak lingkungan. Meski begitu, masih banyak ayat-ayat tersebut yang belum dipahami dan diketahui oleh masyarakat. Padahal, mengetahui dan memahami ayat-ayat tersebut, bisa menjadi langkah awal seorang muslim untuk ikut proaktif dalam isu lingkungan, yang memang sekarang menjadi salah satu topik utama dalam diskursus problematika dunia.

Untuk itu, diperlukan kajian yang lebih massif lagi mengenai ayat-ayat Al-Qur’an terkait pelestarian lingkungan, agar isu permasalahan ekologi lebih diperhatikan lagi oleh kalangan muslim dalam lingkup yang lebih luas. Karena usaha untuk memberikan solusi bagi permasalahan itu juga sejalan dengan fungsi kekhalifahan manusia di bumi dalam Islam.

Akhnas bin Syariq ats-Tsaqofi: Munafik Perusak Bumi

Salah satu ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai kerusakan lingkungan adalah QS. Al-Baqarah ayat 205. Ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya yang membicarakan tentang seorang munafik di zaman Kanjeng Nabi Muhammad saw., yang bahkan kemampuannya dalam berkata-kata untuk menutupi kemunafikannya membuat kagum Kanjeng Nabi saw. Olok-olokannya pada salah seorang mujahid Islam, Khubaib, bahkan hampir dipercaya oleh sebagian umat muslim waktu itu. Orang munafik itu menurut Syekh Nawawi al-Bantani ialah Akhnas bin Syariq ats-Tsaqofi.

Nama aslinya adalah Abi bin Syariq bin Amr bin Wahb bin ‘Ilaj bin Abi Salamah bin Abdul ‘Uzza bin Ghiroh bin ‘Auf bin Tsaqif ats-Tsaqofi. Nama kunyahnya adalah Abu Tsa’labah. Ia adalah anggota dan pemuka Bani Zahroh. Ketika orang Qurays pergi ke peperangan Badar, datang kabar dari Abu Sufyan bin Harb bahwa ia selamat dari Kanjeng Nabi saw. Orang Qurays berkumpul untuk mendatangi Badar.

Baca Juga  Etos Welas Asih Nabi Muhammad

Akhnas memberi isyarah pada Bani Zahroh untuk kembali ke Makkah. Ia berkata pada mereka, “Allah telah menyelamatkan kafilah kalian yang bersama Abu Sufyan, kalian tidak dibutuhkan lagi dalam kafilahnya, maka kembalilah!” Lalu, tidak ada satupun dari mereka yang ikut perang Badar. Karena itu, ia mendapat julukan al-Akhnas, berasal dari kata khonasa yang berarti kembali atau hilang.

Saat mengaku Islam dan menjadi muallaf, ia mendapatkan zakat dari Kanjeng Nabi saw., sebagai salah satu kelompok muallaf yang mendapat zakat. Ia meninggal pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab ra. (Ibn al-Atsir, Asad al-Ghobah). Menurut sebagian mufasir, ialah yang dimaksud sebagai orang munafik dalam QS. Al-Baqarah ayat 205.

Allah swt. berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 205,

 وَاِذَا تَوَلّٰى سَعٰى فِى الْاَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَ اللّٰهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ ٢٠٥

Terjemah : Apabila berpaling (dari engkau atau berkuasa), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi serta merusak tanam-tanaman dan ternak. Allah tidak menyukai kerusakan. (Terjemah Kemenag 2019).

Ayat ini menjelaskan, setelah Akhnas menampakkan keislamannya dengan simbol-simbol Islam pada Kanjeng Nabi saw. dan mengatakan Allah swt. menjadi saksi atas perkataannya itu, saat sudah berpaling dari Kanjeng Nabi saw., ia akan bersungguh-sungguh untuk mengupayakan terjadinya perang, agar terjadi perselisihan antara manusia, terputusnya silaturahmi dan pertumpahan darah. Itulah yang dimaksud “berbuat kerusakan di bumi” pada ayat ini.

Sementara maksud dari “merusak tanam-tanaman dan ternak” pada ayat ini berkaitan dengan upaya Aknas untuk menciptakan perselisihan antara umat manusia tersebut. Yakni, ketika perang Badar telah selesai, Akhnas melewati Bani Zahroh, sementara terdapat permusuhan antara dia dan Bani Tsaqif. Ia kemudian menginap di sana pada malam hari, kemudian membakar tumbuhan-tumbuhan mereka dan memusnahkan hewan-hewan ternak mereka. Allah swt. dalam ayat ini menegaskan ketidakridhoan-Nya pada tindakan Akhnas tersebut, yang telah merusak bumi dan lingkungan di dalamnya (Syekh Nawawi Banten, Muroh Labid).

Baca Juga  Etika Politik Berbasis Keadilan dalam Pandangan Gus Dur (2)

Merusak Bumi: Salah Satu Ciri Munafik

Ayat di atas menunjukkan, bagaimana merusak bumi termasuk sifat yang dimiliki oleh orang munafik. Sebagaimana kisah Akhnas di atas, ia akan melakukan segala cara, sekalipun itu berdampak buruk terhadap lingkungan hidup, untuk memelihara permusuhan antara dua kelompok. Tindakan itu tidak dapat ditolelir dalam Islam. Tumbuhan dan hewan mesti dijaga, keduanya bagian dari alam yang mesti dipelihara oleh manusia.

Dari ayat di atas pula bisa dilihat, bagaimana Islam sangat menghargai lingkungan. Tumbuhan, hewan ternak, dan bagian kehidupan lain dalam lingkungan, tidak boleh disia-siakan. Apalagi dirusak untuk tujuan yang juga merusak persaudaraan antar umat manusia. Tumbuhan atau hewan ternak dianugerahkan Allah swt. pada manusia untuk diolah secukupnya untuk kebutuhan hidupnya. Karena itu, mestinya lingkungan mesti dipelihara dan dijaga oleh manusia, sebab tumbuhan atau ternak diciptakan untuk diambil manfaatnya, bukan untuk berbuat kerusakan.

Tanaman dan hewan ternak dalam ayat tersebut bisa dipahami sebagai penyebutan sebagian untuk memaksudkan seluruh lingkungan hidup. Lingkungan hidup mesti dihindarkan dari tujuan-tujuan kemadhorotan, dan perusakan terhadapnya termasuk bentuk kemunafikan dalam beragama.

Wallahu a’lam bish showab.

Nuzula Nailul Faiz Alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga