Nuzula Nailul Faiz Alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga

Tafsir QS. al-Taubah Ayat 122 dan Pendidikan Nasional

3 min read

Satu bulan setelah mengumumkan kalah perang dari Sekutu, yang dilakukan pemerintah Jepang adalah mengumumkan dikeluarkannya “Pedoman Kebijakan Pendidikan untuk Pembangunan Jepang Baru” oleh Menteri Pendidikan di sana waktu itu.

Pedoman itu disusun setelah para akademisi dan birokrat Jepang segera melakukan instropeksi dan riset untuk mengetahui penyebab kekalahan mereka pada Perang Dunia II.

Hasil riset itu menyimpulkan adanya kesalahan fatal pada kebijakan dan filosofi pendidikan Jepang selama ini. Berangkat dari sana, mereka segera melakukan revisi undang-undang pendidikan secara signifikan. Kemudian lahirlah pedoman tersebut untuk dijalankan dalam sistem pendidikan Jepang. Hasilnya, mereka kembali bangkit dan menjadi salah satu kekuatan dunia hingga saat ini.

Cerita kebangkitan Jepang yang dipandu oleh riset dan perhatiannya untuk mementingkan ilmu pengetahuan tersebut, mengisyaratkan bagaimana baik atau buruknya sistem pendidikan pada suatu negara dapat berimplikasi pada titik rendah atau jayanya suatu bangsa.

Pendidikan nasional yang dirumuskan oleh suatu negara akan menjadi panduan berlayar bagi suatu bangsa untuk bersaing secara global dan mencapai tujuannya.

Lalu, bagaimana Al-Qur’an berbicara mengenai pendidikan? Dan bagaimana kaitannya dengan pendidikan nasional?

Asbabun Nuzul

Salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang pendidikan adalah QS. At-Taubah ayat 122. Ada beberapa riwayat yang menjelaskan turunnya ayat tersebut. Salah satunya riwayat yang dikeluarkan Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Ubaidillah bin Umair ra.

Beliau meriwayatkan bagaimana kaum muslimin waktu itu begitu bersemangat dan bergairah dengan perintah jihad. Berperang memang tidak bisa dilepaskan dari budaya orang Arab waktu itu.

Ketika Rasulullah memerintahkan satu batalion pasukan untuk berangkat berperang, orang-orang muslim lainnya pun akan ikut untuk mengangkat senjata. Sangking ramainya yang ikut perang, sampai-sampai di Madinah hanya ada Rasulullah saw. dan sekelompok budak yang masih tinggal.

Baca Juga  JIHAD ATAU JAHAT

Kemudian turunlah ayat ini yang berpesan bahwa jihad yang Rasululullah saw. tidak ikut, hukumnya adalah fardhu kifayah. Selama ada sekolompok muslim lain sudah menjalankan, maka gugurlah kewajiban itu bagi seluruh muslim. Sementara muslim yang tidak ikut berjihad, bisa menunaikan kewajiban lain yang tak kalah pentingnya, di mana dalam ayat ini, Al-Qur’an mengingatkan kaum muslim untuk bertafaqquh fid din (memperdalam agama) dan mencari pengetahuan yang juga hukumnya fardu kifayah.

Dengan menunaikan kewajiban untuk mencari pengetahuan dan memperdalam agama, kaum muslimin akan semakin kokoh pengetahuan agamanya yang bisa memandu mereka pada kehidupan yang lebih baik ke depan, sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh agama. Termasuk, pengetahuan mengenai jihad dan tindakan yang bisa menguatakan ketakwaan pada Allah swt.

Tugas dan Fungsi Pendidikan

QS. al-Taubah ayat 122 berbunyi:

۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ ١٢٢

Artinya:

Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya?

Ayat ini mengisyaratkan beberapa tugas dan tujuan pendidikan dalam Islam. Tugas pertama intelektual dan pendidikan yang diisyaratkan dalam ayat tersebut adalah memberi peringatan pada manusia mengenai musuh bersama. Ini diisyaratkan dengan kata “wa liyunziru qaumahum” yang ditafsiri oleh Syekh Wahbah Zuhaili sebagai memperingati kaumnya terkait musuh-musuh dan mewaspadai murka Allah swt.

Dengan demikian, seorang intelektual mestinya bisa menghasilkan atau menyebarkan pengajaran yang bisa menyadarkan pada hal-hal yang seharusnya dilawan dan dijadikan musuh bersama oleh suatu bangsa. KH. Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid misalnya, memiliki gagasan pluralisme yang menyadarkan masyarakat mengenai bahayanya sikap intoleran dan eksklusifitas dalam beragama.

Baca Juga  Ekspansi Produk China di Mekkah-Madinah

Selain itu, termasuk tugas intelektual adalah memperingati masyarakat atau unsur-unsur di dalamnya agar tidak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan pengetahuan. Misalnya yang dilakukan Romo Magnis atau para civitas akademik waktu itu yang memperingatkan pemerintah untuk menjalankan demokrasi yang beretika pada pemilu kemarin.

Dalam konteks Islam, pedidikan juga bertugas untuk mengajarkan pada masyarakat terkait hukum-hukum agama. Pendidikan Islam mesti memperingatkan umat untuk memastikan tindakan yang dilakukan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh agama.

Dalam konteks pendidikan nasional, berarti pendidikan berfungsi juga untuk mengawal adanya moral dan nilai-nilai etika yang harus dilakukan dan menyatu dalam tindakan masyarakat atau suatu bangsa.

Sementara tujuan pendidikan dalam ayat tersebut yaitu agar orang-orang takut pada Allah swt. Ketika seseorang takut pada Tuhannya, ia tentu akan bersikap baik dalam hidupnya, agar tidak mendapat murka-Nya.

Pendidikan dalam Al-Qur’an bertujuan agar para peserta didik untuk menjauhi perbuatan dan kebodohan, melaksanakan perintah agama, menuju kebenaran sejati dan agama yang lurus. Sehingga, individu-individu yang akan menjadi pilar bangsa, dapat menjadikan suatu bangsa semakin kokoh untuk meraih kejayaannya. Tujuan ini dalam bahasa UU No.20 Tahun 2003 disebut dengan menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Syekh Wahbah Zuhaili dalam menjelaskan tafsir ayat tersebut juga menyebut, wa yasununa mashlahatal bilad. Termasuk dari tujuan pendidikan yang diisyaratkan dalam ayat tersebut adalah berfungsi menghasilkan orang-orang yang menghasilkan dan mengawal kemaslahatan suatu negara maupun daerah asalnya. Dalam bahasa UU di atas, hal ini bisa dikaitkan dengan tujuan berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan tanggung jawab, yang merupakan karakter-karakter yang bisa menghasilkan usaha untuk menjaga kemaslahatan negara.

Baca Juga  Hizbut Tahrir [Indonesia]: Gerakan Moral atau Politik?

Kerja Sama Semua Pihak

Ayat di atas menunjukkan bagaimana Islam memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan nasional. Pendidikan dipandang sebagai jalan agar suatu bangsa memiliki pondasi yang kokoh dalam berdinamika.

Bila pendidikan tidak dijalankan, atau suatu bangsa tidak terlalu menghiraukan ilmu pengetahuan dalam mengambil keputusan, maka mereka akan terancam mendapat siksa dari Allah swt., baik di dunia maupun di akhirat.

Meski begitu, pendidikan tidak bisa hanya dibebankan oleh satu pihak saja. Untuk menjalankan pendidikan yang baik, semua elemen bangsa mesti bekerja sama untuk bahu-membahu memastikan pendidikan nasional dijalankan dengan baik. Dalam menafsir ayat di atas, Syekh Wahbah Zuhaili juga menyebut bahwa ilmu biasanya tidak bisa dihasilkan oleh satu pihak saja.

Semua pihak mesti bersinergi dalam menjalankan pendidikan nasional. Pemangku kebijakan, pendidik, orang tua, peserta didik, dan masyarakat, mesti mengoptimalkan peran mereka untuk bersama-sama membangun ekosistem pendidikan yang bisa mencapai tujuan pendidikan nasional kita. Wallahualam bissawab. [AR]

Nuzula Nailul Faiz Alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga