Suratno Muchoeri Jurusan Political Anthropology and Religion di Goethe-Universität Frankfurt, Ketua Tanfidziyah PCINU Jerman

Tentang Cinta dan Pernikahan

1 min read

Gegara drama-korea WOMC (World of Married Couple), topik cinta dan pernikahan menjadi banyak diperbincangkan di sosial-media. Seperti pepatah lama “setelah cinta, ada pernikahan.” Tentu tidak semua berjalan seperti itu. Misalnya, mereka yang berpegang teguh pada konsep “cinta tak harus memiliki.” Saya jadi teringat konsep filsafat cinta dan pernikahan ala filsuf terkenal Plato.

Suatu hari seorang murid datang kepada Plato. Dia bertanya “Apakah cinta itu?”

Plato menjawab, “Pergilah ke padang rumput di sebelah utara. Di musim semi seperti ini biasanya padang itu ditumbuhi macam-macam bunga yang indah. Carilah bunga yang menurutmu paling indah. Petik satu untukmu dan bawa ke sini. Saat kamu dapatkan bunga terindah itu, kamu telah menemukan cinta. Tapi ingat, kamu hanya boleh berjalan maju sekali. Tidak boleh mundur lagi.”

Pemuda itu pergi menuju padang rumput yang dimaksud Plato. Dua jam setelah itu, dia ketemu Plato lagi. Tapi pemuda itu tidak membawa apa-apa.

Plato bertanya kepadanya. “Kenapa kamu tidak membawa bunga yang kuminta? Apa di sana tidak ada bunga yg tumbuh?”

Sang pemuda menjawab, “Di sana banyak bunga yg indah. Tapi, setiap saya ingin memetik sebuah bunga, saya berpikir jangan-jangan di depan sana akan ada bunga yang jauh lebih indah. Karena saya terus berpikir seperti itu, akhirnya saya sampai di ujung padang rumput dan tidak ada bunga lagi.”

“Ya, begitulah cinta,” kata Plato.

“Sekarang, pergilah ke hutan di sebelah selatan. Tebanglah sebuah pohon yg menurutmu paling sehat dan kualitas kayunya paling bagus,” perintah Plato. Si murid itu pun pergi ke hutan yang dimaksud Plato.

Setelah satu jam, murid itu kembali pd Plato sambil membawa sebatang pohon dan berkata, “Kali ini saya tidak mau mengulangi kesalahan yg sama. Saya berjalan dan melihat sebuah pohon yg saya rasa sangat baik. Lalu segera saya tebang dan saya tidak lagi melihat pohon lain. Saya yakin pilihan saya tepat dan segera membawanya ke sini.”

Baca Juga  Khusrau dan Syirin (10): Lazuardi Kala Bahtera Berlabuh di Dermaga Cinta

Plato berkata kepada muridnya itu. “Itulah pernikahan. Jadi, cinta adalah ketika kamu bisa menahan keinginanmu akan kesempurnaan. Waktu tidak bisa berjalan mundur dan hanya cinta yang memungkinkan kamu menerima apa-adanya. Lalu, pernikahan itu kelanjutan dari cinta, yaitu proses utk mendapat kesempatan kedua. Jadi kalau kamu terlalu ingin kesempurnaan dalam pernikahan, maka justru tidak akan mendapat apa-apa.”

Jika kita menikah, akan ada banyak cinta dalam keluarga. Tapi memang tidak ada kesempurnaan. Bahkan, ada teman yg berkelakar. “Cinta itu seperti mimpi-indah dalam tidur panjang dan pernikahan adalah jam-alarm yg membangunkan kita dari tidur itu.”

Meski begitu, Plato benar adanya ketika mengatakan, “Love is the beautiful flower in the garden and marriage is the best quality of tree.” Cinta adalah bunga yg indah di kebun dan pernikahan adalah kualitas terbaik dari pohon-pohon di kebun itu.

Cinta sejati adalah seperti dikatakan filsuf Erich Fromm, Wirkliche Liebe ist ein Ausdruck der inneren Produktivität und umfasst Fürsorge, Respekt, Verantwortlichkeit und Wissen.” Cinta sejati adalah ekspresi produktivitas diri, termasuk di dalamnya perhatian, penghormatan, tanggung jawab dan pengetahuan.

Saya ingin mengutip ungkapan pujangga terkenal Jerman, Johann Wolfgang Goethe. Liebe ist etwas ideelles, heiraten etwas reelles. Und nie verwechselt man ungestraft das eine mit dem anderen.” Cinta itu ideal, nikah itu yang nyata. Dan kerancuan antara yang ideal dan yang nyata terkadang memunculkan masalah.

Apapun itu, saya percaya bahwa urusan hidup, mati, rizki dan jodoh itu di tangan Tuhan. Saya pribadi sangat menghormati mereka yang memutuskan untuk hidup sendiri, tidak menikah, atau menikah tapi lalu cerai, atau mereka yang memutuskan sendiri saja setelah pasangan meninggal. []

Suratno Muchoeri Jurusan Political Anthropology and Religion di Goethe-Universität Frankfurt, Ketua Tanfidziyah PCINU Jerman

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *