Sebagaimana diulas dalam puluhan ayat al-Qur’an, Islam menematkan ilmu danilmuwan di tempat yang terhormat. Hal ini tidak terlepas dengan peran dan fungsi ilmu. Ilmu jelas merupakan modal mendasar bagi seseorang dalam memahami ragam hal baik terkait urusan dunia maupun akhirat. Bukti nyata kemuliaan ilmu dalam Islam adalah ayat yang pertama diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad berhubungan dengan ilmu.
Allah berfirman dalam Q.S. al-Alaq 3-5 yang artinya: “Bacalah dan Tuhanmulah Yang Mahapemurah yang mengajarkan (manusia) dengan perantara kalam (pena). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Selain itu banyak sekali dalil yang menjelaskan tentang kemulian ilmu sebagaimana yang tertuang dalam Q.S. Ali Imran [3]: 18 yang berbunyi:
(شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلۡمَلَـٰۤىِٕكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلۡعِلۡمِ قَاۤىِٕمَۢا بِٱلۡقِسۡطِۚ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡحَكِیمُ) [سورة آل عمران 18]
“Allah, para malaikat dan para pemilik ilmu bersaksi bahwa tiada tuhan yang patut disembah kecuali Allah, yang maha selalu mengurus ciptaan-Nya dengan adil, sungguh tiada tuhan selain-Nya, yang maha mulia tiada tara, lagi maha bijaksana.” (Surah Al Imran: 18)
Allah memulai ayat ini dengan nama-Nya, kemudian para malaikat dan di posisi ketiga adalah para penekun ilmu. Sungguh ini adalah kemuliaan dan kebanggan yang agung.
Allah swt berfirman juga:
( قُلۡ هَلۡ یَسۡتَوِی ٱلَّذِینَ یَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِینَ لَا یَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا یَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلۡأَلۡبَـٰبِ) [سورة الزمر 9]
“Katakanlah, apakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu. Hanya orang-orang yang memiliki akal sejati yang mengambil pelajaran.” (Surah al-Zumar: 9)
Tentu tidak akan sama kemuliaan dan kedudukan antara mereka di dunia, apalagi di Akhirat. Bahkan Allah menegaskan di surah Al-Mujadilah seraya berfirman:
( یَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمۡ وَٱلَّذِینَ أُوتُوا۟ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَـٰتࣲۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِیرࣱ) [سورة المجادلة 11]
“Allah terus mengangkat (kedudukan) orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu derajat-derajat [yang tak terhitung]. Allah maha mengetahui dengan teliti apa yang kalian perbuat.” (Surat Al-Mujadilah: 11)
Sayyiduna Abdullah Ibnu Abbas r.a sang mufassir yang didoakan oleh Rasulullah ﷺ ia berkata:
يرفع الله العلماء يوم القيامة على سائر المؤمنين بسبعمئة درجة ، ما بين الدرجتين مسيرة خمسمئة عام
“Allah mengangkat derajat para kiai (ulama) di hari Kiamat 700 (tujuh ratus) derajat melebihi seluruh mukminin lainnya; antara dua derajat adalah jarak perjalanan 500 (lima ratus) tahun.” (al-Manhaj al-Sāwī, hal: 77)
Pun juga dalam hadis yang juga banyak mengulas kemuliaan ilmu. Nabi Muhammad ﷺ pun banyak sekali menganjurkan kita untuk sungguh-sungguh dalam meraih kemuliaan ilmu. Bahkan beliau mewajibkan setiap individu muslim untuk menuntut ilmu, yang mana juga beliau nyatakan sebagai warisan kenabian.
Beliau ﷺ pernah bersabda menerangkan bahwa para penuntut ilmu agama adalah pilihan Allah swt:
من يرد الله به خيرا يفقّهه في الدين.
“Orang yang Allah inginkan kebaikan untuknya, maka pasti Allah jadikan ia paham betul dalam urusan agama.” Hadits Riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Mu’awiyah.
Seorang kiai, ulama yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya adalah sumber keberkahan di dunia, dimuliakan bukan saja oleh manusia, tapi juga oleh seluruh makhluk cipataan Allah. Baginda Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
وإن العالم ليستغفر له من في السماوات ومن في الأرض حتى الحيتان في الماء.
“Sesungguhnya seorang yang berilmu (ulama/kiai) itu seluruh yang ada di langit dan bumi memintakan ampunan (Allah) [berdoa] untuknya, sampai ikan-ikan di laut.”
Al-Habib Idrus bin Umar al-Habsyi pernah ditanya: Kenapa seorang kiai begitu mulia dan apa manfaat yang didapat ikan-ikan tersebut? Beliau berkata: Seorang kiai jika mengamalkan ilmunya, mengajarkannya kepada orang-orang, mengajak mereka kepada kebaikan lalu mereka menjadi baik, serta melarang mereka dari keburukan, lalu mereka pun menurut.
Karena ketaatan itulah Allah rida terhadap hamba-hamba-Nya, sehingga menurunkan rahmat dan keberkahannya atas mereka. Keberkahan ini berdampak bagi segala sesuatu, bahkan hewan dan ikan-ikan di lautan. Lebih dari itu seorang ulama mengajarkan bagaimana berinteraksi dengan baik dan benar kepada hewan dan sembelihan. Itulah di antara sekian banyak manfaat yang diberikan seorang ulama kepada dunia. (Kutipan al-Bahr al-Mawrūd dari al-Manhaj al-Sāwī).
Jika ilmu demikian mulia bagi Allah, maka pasti kebodohan adalah amat tercela menurut Allah s.w.t. Orang yang tidak mengaji atau belajar ilmu, tidaklah mungkin ia dapat beribadah secara efisien. Betapa meruginya orang yang tidak belajar ilmu agama, padahal kemuliaan akhirat yang kekal abadi bisa ia raih dengan usaha dan meluangkan waktu untuk ilmu.
Sayyiduna Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi—penyusun kitab maulid Simth al-Durar, pemimpin para wali di zamannya—dengan rendah hati berkata:
تنكّر وقتي أورث الحزن والهمّا | وكيق أهل الوقت قد أهملوا العلما
Penyimpangan waktuku sungguh telah meninggalkan jejak kesedihan dan kegalauan,
Lalu bagaimana dengan mereka para pemilik waktu luang yang mengabaikan ilmu?!
عجبت لمن بالجهل يرضى وربه | أتاح له من فيض إفضاله فهما
Aku heran dengan orang yang puas dengan kebodohan, sedangkan Allah
Telah memberinya pemahaman; salah satu dari luapan karunia-Nya.
Semoga Allah memantapkan hati dan kaki kita dalam usaha belajar dan mengajarkan ilmu sehingga kita kelak mendapatkan kemuliaan ini di akhirat nanti, dan dikumpulkan bersama baginda Nabi Muhammad. [MZ]
Sumber: Al-Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumaith, al-Manhaj al-Sāwī fī Tarīqat al-Sādah Āl Baalāwī (Yaman: Dār al-‘Ilm wa al-Da‘wah, t.th.), 77-85.