Tentunya semua orang mengetahui fungsi dan kegunaan pondok pesantren. Kata tersebut sudah menjadi hal umum di kalangan umat Islam. Pondok pesantren, dikenal juga sebagai “penjara suci” atau “tempat suci”, adalah tempat di mana para santri tinggal bersama untuk menimba ilmu dan pengetahuan Islam tradisional.
Mereka belajar langsung di bawah bimbingan guru yang disebut kiai, dan memiliki asrama sebagai tempat tinggal. Banyak orang tua mempercayakan anak-anak mereka ke pondok pesantren dengan harapan agar kelak mereka menjadi ahli dalam memahami ilmu dan agama.
Namun, kondisinya kini berbeda. Kekerasan dan penganiayaan semakin sering terjadi di lingkungan pesantren, seperti perundungan atau perisakan, pelecehan seksual, dan bahkan pembunuhan.
Kasus-kasus ini sudah sering kita temui. Ada banyak faktor yang menyebabkan maraknya kekerasan di pesantren, salah satunya adalah kurangnya perhatian dari pengurus dan pengasuh terhadap kehidupan sehari-hari para santri. Contohnya, kejadian beberapa bulan lalu di sebuah pondok pesantren di Kediri.
Kasus perundungan dan kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren Kediri berujung pada kematian, dan pelaku pengeroyokan santri diduga salah satunya adalah saudara sepupu korban yang sebelumnya telah diberi amanah oleh ibu korban untuk menjaga dan merawat anaknya ketika di pondok.
Sebelum tragedi terjadi, korban beberapa kali mengirim pesan WhatsApp kepada ibunya, memohon agar dijemput, “Ayo, Bu. Sini, Bu. Aku sudah tidak kuat, Bu. Tolong aku, Bu. Aku takut, Bu.” Sang ibu hanya menjawab dengan mengiyakan, menganggap bahwa permintaan tersebut hanya hal sepele yang biasa dialami santri ketika jauh dari orang tua.
Beberapa hari kemudian, pihak pengasuh pondok tiba-tiba memulangkan korban dalam kondisi meninggal dunia dan posisi mayatnya sudah tertata rapi, siap untuk dikuburkan. Mereka beralasan bahwa korban meninggal akibat jatuh terpeleset di kamar mandi, tetapi kejelekan selalu terungkap.
Saat hendak dimakamkan, darah terus mengucur dari dalam kain kafan hingga keluar. Akibat kecurigaan keluarga, muncul pertanyaan dan kekhawatiran, “Mengapa pihak pondok tidak mengizinkan keluarga untuk membuka kain kafan?” Karena curiga tersebut, keluarga akhirnya membuka paksa kain kafan tersebut.
Hasil pemeriksaan mengungkap kondisi mayat yang sangat tragis, dengan banyak luka sayatan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang hidung, lebam di pipi dan leher, lubang di dada akibat tusukan, serta luka-luka kecil bekas tusukan rokok.
Jelas bahwa kematian santri tersebut bukan karena jatuh atau terpeleset dari kamar mandi, melainkan akibat kekerasan dan penganiayaan oleh beberapa orang. Yang membuatnya semakin aneh, pihak pengasuh pondok meminta maaf dengan wajah yang tidak bersalah, sementara tetap menutupi kasus tersebut, yang akhirnya kebenarannya terkuak.
Setelah diselidiki oleh berbagai pihak, ternyata banyak pondok pesantren yang terlibat dalam kasus kekerasan tidak memiliki surat izin resmi dari Kementerian Agama, dan ini masih terjadi pada banyak pondok pesantren lainnya.
Kekurangan dalam pengawasan terhadap pondok pesantren menjadi nyata. Ada banyak faktor lain yang menyebabkan kasus semacam ini, tetapi yang sering ditemui adalah kelalaian para pengurus dan pengasuh terhadap kehidupan sehari-hari santri.
Saat ini, saya sendiri telah mengalami bahwa pengurus yang seharusnya menjadi tangan kanan pengasuh, yang sebenarnya adalah bawahan pengasuh, jarang melakukan pengawasan, pemeriksaan, atau koreksi terhadap keadaan santri. Mereka bahkan jarang turun ke kamar santri.
Sering kali saya menemukan santri yang sakit parah, tetapi ketika wali santri menjemput dan bertanya kepada pengurus tentang kondisi santri, jawabannya hanya “tidak tahu”. Kondisi pesantren saat ini jauh berbeda dengan masa lalu. Pengurus seharusnya turut berbaur dengan para santri.
Oleh karena itu, sebagai orang tua, kita seharusnya lebih berhati-hati dalam memilih tempat untuk menyekolahkan anak ke pondok pesantren. Jangan ragu untuk memilah dan memilih tempat yang baik, dengan lingkungan yang layak dan kondisi sosial yang baik.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan termasuk ajaran yang diajarkan, jumlah santri, latar belakang pendirian pesantren, surat izin resmi operasional pesantren dari Kementerian Agama, serta pandangan orang-orang tentang pesantren tersebut. [AR]