(Disadur dari Tales from the Land of the Sufis, karya Mojdeh Bayat dan Mohammad Ali Jamnia)
Nun jauh di sana, tujuh ratus mil lebih jaraknya, gadis yang menjadi objek fantasi Khusrau tidak mengetahui bahwa ada dua lelaki di sebuah tempat di bumi ini sedang membincang dirinya. Dia juga tidak tahu bahwa ada seorang pangeran yang sedang gundah hatinya karena jatuh cinta kepadanya dan merancang untuk bertemu dengannya. Seandainya pun dia tahu bahwa ada laki-laki yang mencintainya, itu sama sekali tidak mengusik dirinya. Gadis itu terlalu bebas untuk memikirkan laki-laki, pernikahan, dan hal-hal sejenisnya.
Syirin dibesarkan sebagai satu-satunya ahli waris tahta Armenia. Bibinya, Mahin, sang Ratu Agung Armenia, tidak memiliki anak. Karenanya, Syirin yang yatim piatu sejak kecil diangkat sebagai anak sekaligus penggantinya kelak.
Syirin adalah perpaduan kecantikan, kecerdasan, ketangkasan, dan kebebasan. Yang membedakan dirinya dari Khusrau adalah tentang tanggung jawab. Syirin sadar bahwa dia akan memanggul tanggung jawab besar sebagai seorang ratu. Karena itu, dia mempelajari berbagai keterampilan yang umumnya digandrungi para pria, seperti menunggang kuda dan berburu.
Musim panas dengan cuaca yang cerah dengan bunga-bunga yang bermekaran di setiap tempat adalah kebahagiaan Armenia. Kebiasaan Syirin pada musim cerah begini adalah menghabiskan waktu berkemah di luar kota. Dia mendirikan tendanya di bawah air terjun yang dikelilingi dedaunan rimbun. Bersama dayang-dayang yang sudah dianggap seperti sahabatnya sendiri, dia berenang sendiri atau bersama-sama.
Saat Syapur tiba di Kota Armenia, dia tidak mendapati sang Putri. Ia mendengar Syirin sedang berkemah di luar kota. Ia segera berangkat ke tempat perkemahan Syirin. Sepanjang jalan, dia memantapkan rencana yang sudah disusunnya agar Syirin mau menemui Khusrau.
Saat matahari mulai condong ke barat, sampailah dia di lokasi di mana Syirin dan sahabat-sahabatnya menghabiskan musim panasnya. Ia turun dari kuda dan melangkah mendekati perkemahan tanpa diketahui seseorang. Dari balik rerimbunan pohon, dia melihat sekelompok perempuan yang sedang bermain-main tertawa bahagia.
Dia kemudian melihat ke sekeliling untuk mencari pohon yang mungkin akan menjadi tempat istirahat atau dilintasi oleh Syirin. Seakan Tuhan telah merancang segalanya untuk keberhasilan rencananya, Syapur menemukan sebatang pohon kenari di titik yang tepat seperti yang ia bayangkan.
Kemudian, diambillah lukisan diri Pangeran Khusrau yang digulung rapi di tas pelana kudanya. Itu dilukisnya sebelum dia meninggalkan Persia. Sang Pangeran tampak sangat tampan dalam jubah satin berwarna bitu tua dengan hiasan berlian dan batu safir. Tangan kanan sang Pangeran tampak bertumpu pada pedang yang terselip di sabuk satinnya yang tipis di pinggangnya. Matanya tajam seakan memandang langsung mata pemandangnya. Ketampanan yang digores oleh pensil seniman berbakat hasilnya adalah sebuah lukisan yang sangat menawan.
Dengan hati-hati, dia gantungkan lukisan itu di batang pohon kenari. Syapur berharap, entah bagaimana, Syirin akan melihat lukisan itu dan jatuh cinta pada Khusrau. Selesai dengan semua itu, Syapur menjauh dan bersembunyi dari balik rimbunan hutan sambil menanti apa yang akan terjadi.
Setelah sekian lama, Putri Syirin akhirnya memisahkan diri dari sahabat-sahabatnya dan berjalan seorang diri. Agaknya ia ingin menikmati alam sekitarnya seorang diri. Ia melangkah pelan-pelan sambil menghirup bau harum rerumputan yang dibawa sepoi angin hutan Armenia. Langkah kakinya semakin mendekat ke arah pohon kenari.
Melihat kecantikannya, pasti pohon kenari itu melambaikan tangannya penuh harap agar Syirin menghampirinya dan menyandarkan tubuhnya. Seperti gadis manja yang sedang menghampiri kekasihnya, Syirin berjalan ke arah yang semakin mendekati pohon kenari itu. Langkah pelan dan sesekali berhenti sambil menutup matanya. Dihirupnya kembali udara seakan ingin menjernihkan pikirannya.
Sesudah pikirannya jernih, perlahan dia membuka matanya. Jika ada kesalahan dalam hidup Syirin, itu adalah saat ia membuka mata di dekat pohon kenari yang terpasang lukisan sketsa Khusrau.
Ia menatap lukisan yang ada di pohon. Ia langkahkan kakinya mendekat dan mengamati lekat-lekat lukisan itu. Ini adalah kesalahan keduanya. Yang diamatinya adalah sebuah lukisan sketsa seorang lelaki tertampan yang pernah dilihatnya. Seketika hatinya tergetar. Darahnya terasa cepat mengaliri di pembuluh darahnya. “Gerangan siapa pemuda tampan ini?” getar kata hatinya.
Diambilnya lukisan itu dan dilihat semakin lekat. Ada yang berdesir dalam dirinya. Perutnya seperti teraduk. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Seumur hidupnya dia tidak pernah merasakan hal seperti ini.
Diselipkan lukisan misterius itu ke dalam bajunya. Dia balik ke tenda tempatnya biasa beristirahat di dalamnya. Awalnya dia hendak berjalan-jalan menikmati indahnya alam luar kota dan sejuknya angin. Tapi kini dia tidak ingat dia mau ke mana.
Sejak itu, detik-detik hidupnya adalah keresahan karena keinginan untuk menemui lelaki yang ada di gambar itu. Hari-harinya hanya dilalui dengan duduk menyendiri di pinggir sungai yang jernih. Makan hanya sedikit, itu pun sekadar untuk menyenangkan hati sahabatnya. Selebihnya, dia hanya diam. Bahkan kalau ditanya seringkali hanya bengong gak nyambung. Bersambung…
Baca selanjutnya: Kisah Cinta Sufi… (3)