Johara Azzamy Penyuka kopi dan hujan. Saat ini tinggal di Ngawi.

[Cerpen] Mimpi Maryam (2)

2 min read


Malam berganti subuh. Tubuh kurus Maryam terasa lebih bergairah. Mimpi semalam bukan sekedar kembang tidur baginya.

Dibersihkannya rumah dari ujung ke ujung. Ia memasak lebih banyak pagi ini. Orek tempe, telur dadar, dan sambal teri telah tersaji di meja. Tak lupa pula secangkir kopi pahit yang biasa dibuatkan untuk suaminya.

Pak Sairan yang merasa heran dengan sikap Maryam pagi ini tak tahan untuk tidak berkomentar.
”Apa yang kamu lakukan? Tidak biasanya kamu begini.”
“Mas Salman akan pulang, Pak. Aku sedang ingin menyambutnya.” Maryam menjawab sembari menyisir rambutnya. Ia juga menambahkan wewangian di bajunya.
“Dari mana kamu tahu? Dia memberimu kabar?”
“Dari mimpiku semalam.” Maryam menjawab dengan yakin.
“Sudahlah! Terima saja kenyataan kalau dia pergi meninggalkanmu.

Maryam tak ingin mendengar. Sesekali ia membelai rambutnya sendiri dan tersenyum manja di depan cermin. Ia juga memoles bibirnya dengan gincu yang sedikit berdebu. Warna merah muda kini terpoles di bibirnya yang kering.

Dicarinya baju warna biru pemberian Salman dahulu setelah mereka menikah. Baju itu masih terlihat bagus karena hanya dikenakan di saat-saat tertentu. Mungkin itulah satu-satunya baju terbaik yang ia miliki saat ini.

“Kamu mau pergi kemana dengan baju itu?Apa sudah tidak ada baju yang lain?” teriak Pak Sairan pada putrinya yang bertingkah semakin aneh.
“Saya akan pergi mencuci baju di rumah Bu Ratna. Jaga diri Bapak baik-baik di rumah.” Maryam berpamitan.

Pak Sairan terus mengamati putrinya dari dalam rumah. Ia ingin mengejar tetapi untuk berjalan pun ia kesusahan. Pak Sairan bisa merasakan ada yang tak beres dengan putrinya kali ini.

Maryam semakin semangat melangkahkan kakinya. Cuaca terasa begitu sejuk pagi itu. Sesekali terlihat baju Maryam berkibar ditiup angin. Ia terus tersenyum sepanjang jalan. Maryam mencium aroma kedatangan kekasih pujaan.

Baca Juga  [Review Buku] NU dan Muhammadiyah Pionir Moderatisme Islam di Indonesia

Benar saja, tak seberapa jauh dari rumah Bu Ratna, ada lelaki memanggil namanya. Maryam tak perlu menajamkan penglihatannya karena ia yakin telah tahu siapa yang memanggilnya dari seberang jalan.
“Mar Mar .” Lelaki itu melambaikan tangannya.
“Tetaplah di sana, Mas! Aku akan menghampirimu.”

Maryam teringat mimpi buruknya semalam. Ia tak akan membiarkan lelaki itu menyeberang. Maryam berhati-hati sekali. Setelah menengok kanan dan kiri memastikan tidak ada kendaraan lewat, Maryam menghampiri lelaki yang memanggilnya. Namun, setelah Maryam dapat melihat dengan jelas wajah lelaki itu, ia kaget dan ketakutan.

“Kamu bukan Mas Salman.”
Maryam ketakutan karena lelaki di hadapannya ternyata seperti preman. Perawakannya besar dan wajahnya beringas. Maryam mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri karena khawatir lelaki itu akan berbuat jahat padanya.

Maryam tak menyadari langkahnya mundur terlalu jauh. Ia kini berada di tengah jalan raya. Seorang pemuda bersepeda motor dengan kecepatan tinggi datang tiba-tiba.

Kecelakaan tak dapat dihindarkan. Tubuh Maryam bersimbah darah.
“Mar, apa yang kamu lakukan?” Lelaki itu berusaha menolong Maryam.
“Kamu si si siapa?”
“Aku teman suamimu. Aku ke sini untuk memberi tahumu sesuatu.”
Lelaki itu tak melanjutkan kalimatnya. Ia tak tega melihat Maryam yang terluka parah. Untunglah ada beberapa orang warga yang datang saat mendengar suara kecelakaan. Lelaki itu meminta tolong warga untuk segera menghubungi ambulans.
“Kamu membawa kabar tentang Mas Salman?”
“Bertahanlah, Maryam! Ambulans akan segera datang.”

Suara ambulans terdengar di telinga Maryam. Namun, ia sudah tak kuat lagi. Matanya terpejam perlahan. Area di sekililingnya gelap sekali. Di dalam kegelapan itu tiba-tiba muncul sebuah cahaya. Seseorang yang telah lama dinantinya berdiri di tengah cahaya itu. Ia berpakaian serba putih, mengulurkan tangannya. Maryam menerima uluran tangan itu dengan suka cita.

Baca Juga  Alif dan Mim (2): Danau Tak Terbendung Di Pelupuk Mata

Lelaki berperawakan preman itu menitikkan air matanya. Dia datang menemui Maryam atas perintah Salman. Salman menitipkan sejumlah uang yang selama ini disimpannya untuk dibawa pulang. Lelaki itu juga ingin memberi kabar bahwa Salman telah tiada. Ia jatuh dari lantai tujuh di proyek bangunan tempatnya bekerja. [HM]

Johara Azzamy Penyuka kopi dan hujan. Saat ini tinggal di Ngawi.