Cinta itu, Keegoisanmu
Sudah kutanam pualam di tanah gelap
berbayang gedung mewah
pendarnya kelindan dalam hati yang meruah
Telah kusaji-hidangkan dari tanah itu
bunga yang bagiku indah
Pada altar suci membangkitkan kembali
Sedang pada pualam itu tertulis
“Ruh yang terbaring atas nama cinta”
Cintamu,
Tidak segila Majnun atas Layla
Tidak sesuci Rabiah terhadap Robb-nya
Tidak senekat Rahuwana menculik Sitta
Lebih rumit
Selalu sulit mengatakan “perasaanku pun sama kepadamu”
Setiap aku berlalu, kau datang
merapal cintamu
Hingga lupa kuungkap hatiku
Kini sudah
kukubur sendiri
dengan kafanmu kutulis
“cinta itu keegoisanmu”
sembari mengingat
aku tidak pernah menyesal mencintaimu
Sudah Gugur
Setaman sudah, anak itu memetik
Bunga yg berarak diterpa badai
Badai kedukaan semalam
Oleh renyai daun berguguran
Kepada badai dia menilisik
Kenapa bunga harus gugur
Padahal harumnya semerbak
Sang angin menyeringai
Mengaku sanak
Mengungkap tanpa duka
Dialah pelakunya
Bunga itu musti gugur
Agar wanginya abadi
Menjatuhkan hanyalah rencana
Keabadian ialah citranya
Ombak Kekasih Pasir
Ombak bergairah pasang
Meniduri pasir-pasir
Ditarik-tarik selimut remah karang
Dikoyak mewujud asir
Berguling bergulung gulung
Dijelmanya kekasih yang gandrung
Diilir-ilir nyiur pantai
Bak raja-ratu diarak payung
Kuusik mereka denganmu
Kujejak satu-satu
Mendirikan istana berbenteng
Di atasnya bagian loteng
Kusisir cangkang kerang
Kurupa pasukan perang
Melawan takdir kekasih pasir
Sang ombak yang sering mangkir
[HM]