Ust. Nurbani Yusuf Aktivis Persyarikatan Muhammadiyah di Ranting Gunungsari Kota Batu dan Ustaz di Komunitas Padang Makhsyar yang Tinggal di Batu, Malang.

Tentang Khilāfah alā Minhāj al-Nubuwwah

2 min read

Tidak ada korelasi antara Khilāfah Nubuwah yang dijanjikan Rasulullah saw dengan khilāfah ijtihādīyah versi para imam FPI dan HTI. Jadi tak usah heran jika FPI dan HTI imamnya beda meski mengusung bendera khilafah yang sama. Seperti halnya Taliban dan Mujahidin di Afghanistan yang berbeda dan mereka terus berperang di bawah panji bendera khilafah.

Hipotesis saya adalah benarkah semua ikhtilāf syariat Islam selalu dibarengi dengan konflik politik—termasuk konflik tentang khilāfah, Jabarīyah, Muktazilah, Asy’arīyah, imāmīyah bermula dari konflik politik yang diberi cap teologis?

Diskursus isbāl, jenggot, nawaytu dibaca jahr atau sirr, qunūt pada salat subuh, bacaan sayyidinā pada shalawat bukan semata ikhtilāf fiqh, sebab semua ikhtilāf itu terkandung simbol dan atribut untuk membedakan masing-masing kelompok manhaj: isbāl itu Salafi, nawaytu dibaca jahr itu NU, dibaca sirr itu Muhammadiyah. Jadi hanya untuk membedakan manhaj secara politis.

Jadi ada baiknya bersabar membahas satu-satu agar terhindar dari tumpang tindih dan rancu berpikir. Syukur pula bisa memilah proporsional. Ibarat memisah minyak dan air, atau mencabut rambut dari tepung.

Khilafah teologis adalah sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam nubuwwah. Ia berbeda secara substantif dengan khilafah ijtihādīyah yang diikhtiarkan oleh kelompok HT atau FPI.

Ada perbedaan teologis yang mendasar antara Khilāfah yang dijanjikan berdasar nubuwwah dengan Khilāfah ijtihādīyah yang diikhtiarkan FPI dan HTI. Keduanya jelas beda meski namanya sama dan ini yang kerap disamarkan seakan apa yang HTI dan FPI perjuangkan sebagai ‘sesuatu yang wajib’ bagi setiap Muslim beriman. Padahal pada keduanya jauh berbeda.

Khilafah dalam konteks teologis adalah bagian dari tanda-tanda besar kiamat yang absolut pasti terjadi—sebelum kedatangan Īsā al-Masīh dan Masīh al-Dajjāl, meski dalam Kitabullah tidak dijelaskan—namun kita bisa jumpai dalam beberapa teks Sunnah sahīhah yang mu’tabarah. Sedangkan khilafah yang digagas oleh FPI dan HTI adalah khilafah ijtihādīyah sebagai model atau bentuk pemerintahan biasa. Seperti halnya kerajaan, republik atau bahkan monarki.

Baca Juga  Kriteria Moral Seorang Pemimpin Menurut Kitab Taj Al- Salatin

Khilāfah Alā Minhāj al-Nubuwwah

Dijelaskan dalam surah al-Nūr: 55 secara mujmal bahwa Allah akan memberikan kekuasaan (ke-khilafah-an) kepada orang-orang beriman yang beramal saleh di muka bumi.

Kemudian beberapa penjelasan Sunnah Sahīhah tentang khilafah dalam konsep teologis. Nabi saw bersabda: “Khilafah pada masa umatku hanya 30 tahun setelah itu malak atau kerajaan. Masa 30 tahun itu adalah khalifah Abu Bakar al-Siddiq 2 tahun, khalifah Umar bin Khattab 10 tahun, khalifah Ustman bin Affan 12 tahun, dan khalifah Ali bin Abi Thalib 6 tahun persis 30 tahun.

Itulah prediksi Nabi saw tentang khilafah.yang kemudian biasa disebut dengan Khilāfah alā

Minhāj alNubuwwah (tegas: Khilāfah alāMinhāj alNubuwwah menurut prediksi Nabi saw hanya berlangsung selama 30 tahun) setelah itu tidak ada lagi khilafah meski rajanya bergelar khalifah.

Dari Hudzaifah ra, Rasulullah saw bersabda, “Di tengah-tengah kalian ada Kenabian dan akan berlangsung sekehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah berdasar manhaj kenabian dan berlangsung sekendak-Nya. Kemudian Allah akan mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada Kerajaan yang lalim yang berlangsung sekehendak Allah. Kemudian Allah akan mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada kerajaan yang otoriter berlangsung sekendak Allah. Kemudian Dia akan mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada Khilāfah berdasar manhaj kenabian”. Kemudian beliau (Nabi SAW) diam. (Musnad Ahmad, No. 18406)

Dalam sebuah kitab tersebut bahwa khilāfah akan senantiasa berada di tangan orang Quraisy. Hukum di tangan orang Anshar. Dakwah di negeri Habasyah. Hijrah senantiasa di kalangan Muhajirin. Urusan dunia (khilāfah) senantiasa dalam kebaikan selama diperintah oleh 12 orang khalifah. Semuanya dari Ahl al-Bayt. Akan memerintah 12 orang khalifah yang adil. Dan bukan dari kalangan para Imam Syiah Itsnā Asyarīyah karena banyak di antara mereka berada di luar petunjuk.

Baca Juga  Benarkah Masjid Tempat Selamat dari Penularan Covid-19? [Bagian 1]

Tidak menjadi persyaratan apakah 12 khalifah itu memerintah berurutan atau tidak. Empat di antaranya telah memerintah berurutan yaitu Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, Ustman bin Affan ra, dan Ali bin Abu Thalib ra, putus beberapa waktu kemudian akan muncul lagi yang hanya Allah saja yang tahu.

Di antara 12 khalifah itu satu diantaranya adalah Imam Mahdi, yang nama kunyah-nya sama dengan Nabi saw. Al-Mahdi dari kami, Ahl al-Bayt. Allah membuatnya saleh dalam satu malam. Allah menerima tobatnya, memberinya tawfīq dan bimbingan. Pemahaman yang mendalam. Ia akan memenuhi dunia dengan keadilan setelah sebelumnya telah dipenuhi kezaliman dan kesewenangan.

Khalifah yang dijanjikan Allah akan hadir dan memerintah sesuai kehendak Allah. Tak sesiapapun mengingkari sebagai bagian dari tanda akhir zaman—bukan karena ikhtiar atau dipilih berdasar syūrā atau ijtimā’ ulama apalagi bitingan oleh masyarakat banyak. Semuanya dari kalangan kaum Quraisy atau Ahl al-Bayt.

Jadi jelas HT telah mereduksi dan melakukan penyamaran dua konsep khilafah itu (teologis dan ijtihādīyah) untuk kepentingan dan tujuan politiknya.

Editor: MZ

Ust. Nurbani Yusuf Aktivis Persyarikatan Muhammadiyah di Ranting Gunungsari Kota Batu dan Ustaz di Komunitas Padang Makhsyar yang Tinggal di Batu, Malang.