Ketika Budiman Sudjatmiko dan Kelompoknya Kena Prank Gus Dur

Pagi itu, 10 Desember 1999, akan ada dua menteri yang datang ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang untuk merayakan hari HAM Sedunia. Salah satu menteri yang akan datang adalah Yusril Ihza Mahendra (Menteri Kehakiman).

Acara diadakan di aula dekat Blok 3F, dihadiri para warga binaan. Hanya kami yang berstatus narapidana politik (napol) karena yang lainnya sudah dibebaskan semua di era Habibie.

Yusril saat itu berbicara panjang lebar tentang visi baru pemerintahan dalam memandang warga binaan. Karena berbicara cukup lama tetapi tak sedikit pun menyinggung tentang pembebasan Napol,  Budiman lalu bertanya kepada kedua menteri tersebut.

“Pemerintahan Gus Dur sudah tiga bulan berkuasa, kenapa tidak ada kebijakan pembebasan Napol PRD?” tanya Budiman yang memang saat itu masih menjabat sebagai Ketua Umum PRD.

“Insya Allah, kalau tidak ada halangan Bapak Presiden akan menandatangani Amnesti buat kalian sore ini,” jawab Yusril.

Sebuah kabar yang membuat kami begitu bahagia. Sebuah penantian yang cukup lama untuk bebas setelah Soeharto lengser.

Sekitar sore, kami dipanggil ke KPLP (Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan) di ruang roll. Saat itu petugas membacakan surat amnesti dan menyebutkan nama-nama yang akan segera bebas dari LP Cipinang. Namun, betapa terkejutnya kami ketika mendapati bahwa nama Petrus Hariyanto tidak ada dalam surat amnesti tersebut.

“Kami tidak bersedia bebas jika Petrus tidak dibebaskan juga,” tegas Budiman.

Kami langsung ngloyor keluar dan balik ke ruang sel. Segala aktivitas persiapan keluar dari LP kami hentikan. Kami memilih mengikuti acara buka puasa yang digelar mantan Napol kasus Lampung, dan melupakan amnesti itu.

Ketika hari sudah gelap, kami dipanggil ke ruang bezukan karena Yusril Ihza Mahendra sudah menunggu. Rupanya, di sana sudah disiapkan acara pelepasan kami.

“Kami tetap menolak bebas bila Petrus tidak dibebas hari ini juga. Lebih baik kami tetap dipenjara,” ujar Budiman dengan nanda mengancam.

Akhirnya, Yusril dan Jonshon Panjaitan menuju ruangan Kalapas (Kepala Lembaga Pemasyarakatan). Rupanya, mereka mencoba menghubungi presiden lewat telpon.

Saat mereka kembali, Yusril memulai konferensi pers dihadapan awak media yang jumlahnya begitu banyak.

Jonshon sendiri yang mengatakan kepadaku sambil memeluk. “Kata Gus Dur, kamu hari ini ikut bebas. Tak perlu ada surat amnesti segala. Langsung bebas aja. Surat bisa menyusul,” ujar Jonshon sambil tertawa lebar.

Dan ketika Yusril menyatakan Petrus sudah bisa bebas malam ini, langsung kami lari terbirit-birit menuju sel kami.

“Wah, Gus Dur telah ngerjain kita nih. Masak suruh bersiap bebas hanya dalam waktu 15 menit. Mana barang yang mau dibawa belum rapi,” gerutu Budiman. [AA]

1

Post Lainnya

Arrahim.id merupakan portal keislaman yang dihadirkan untuk mendiseminasikan ide, gagasan dan informasi keislaman untuk menyemai moderasi berislam dan beragama.