Abu Bakar Muhammad b. Zakaria b. Yahya al-Razi yang dikenal sebagai al-Razi atau Rhazes lahir di Ray dekat Teheran (Iran) pada tahun 865 M dan meninggal pada 925 M.
Saat kecil al-Razi tertarik pada dunia sastra dan musik. Pada awalnya, ia bekerja sebagai pembuat perhiasan, yang darinya ia memiliki ketertarikan pada dunia kimia dan sains. Beranjak dewasa ia memiliki ketertarikan lain, yaitu kedokteran.
Kemudian ia benar-benar mendalami ilmu kedokteran hingga sekarang ia dikenal sebagai intelektual muslim yang berpengaruh di zamannya. Pengaruh al-Razi tidak hanya terbatas pada lingkup dunia Islam saja, tetapi juga menyebar hingga ke dunia Barat.
Al-Razi menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan, tetapi lebih dikenal sebagai dokter dari dunia Arab dan mendapat julukan sebagai the Arabic Galen (Galen Arab). Menurut Hitti, sebagai dokter ia adalah yang paling berpengaruh serta orisinal dibanding dokter-dokter muslim lainnya.
Hal itu dibuktikan dengan diangkatnya al-Razi oleh Gubernur Mansur b. Ishaq b. Ahmad b. As’ada menjadi pemimpin rumah sakit di Ray selama 6 tahun. Setelah sukses menjadi pemimpin rumah sakit di Ray, ia lalu dipercayai menjadi pemimpin rumah sakit di Baghdad oleh Khalifa al-Muktafi (903-908 M).
Ketika menjadi pemimpin rumah sakit di Baghdad, al-Razi menjadikan rumah sakit Baghdad sebagai rumah sakit pertama yang menangani pasien dengan penyakit mental. Hal tersebut ia lakukan karena ia memiliki ketertarikan pada disiplin psikologi. Salah satu pemikirannya yang berkaitan dengan Psikologi dapat di temukan pada bukunya yang berjudul al-Thib al-Ruhani.
Sebagai penganut aliran Muktazilah, al-Razi memiliki anggapan bahwa akal memiliki peran penting dalam memperoleh kebenaran. Menurutnya, akal memiliki kendali atas seluruh perbuatan manusia. Ia menentang apa pun yang menolak akal dan bahkan menyarankan untuk menghindarinya. Ia menentang hal-hal yang berdasarkan hawa nafsu dan emosi seperti cinta, sombong, iri, kemarahan, kekhawatiran, tamak, dan lain-lain.
Sebagai dokter, al-Razi mengaggap penting mengetahui pengetahuan mengenai jiwa, di samping pengetahuan mengenai tubuh. Perspektif Al-Razi mengenai tubuh dan jiwa adalah dua hal yang berbeda tetapi kedua hal tersebut dapat menyatu ataupun terpisah.
Jiwa tidak menjadi salah satu bagian tubuh atau bagian keseluruhan tubuh. Jiwa adalah pemilik tubuh, dan seluruh ada yang ada di tubuh adalah alat jiwa. Jiwa dan tubuh memiliki hubungan yang erat.
Al-Razi berpendapat bahwa jiwa memiliki 3 aspek. Pertama, tabiat jiwa. Definisi jiwa menurut al-Razi adalah sebuah substansi yang berbeda dari tubuh, terpisah tetapi menyatu secara esensial. Jiwa bergantung pada tubuh untuk melakukan kegiatan di dunia, ibarat seorang pandai besi yang menggunakan berbagai alat, begitu pula jiwa yang membutuhkan mata untuk penglihatan, telinga untuk pendengaran, tangan dan kaki untuk alat gerak.
Kedua, daya jiwa. Al-Razi berpendapat bahwa jiwa memiliki tiga jenis daya, yaitu daya nabati/tumbuhan, daya hewani, dan daya manusiawi. Daya-daya tersebut yang membuat jiwa dapat menggerakkan hati dan pikiran, dan kedua hal tersebut menggerakkan tubuh. Daya manusiawilah yang membedakan manusia dengan makhluk berjiwa lainnya.
Ketiga, kesatuan jiwa. Faktanya, emosi adalah kondisi jiwa yang terjadi ketika mencoba mencegah sesuatu yang menyangkalnya, dan nafsu adalah kondisi jiwa yang terjadi ketika mencoba menemukan sesuatu yang cocok. Seperti yang kita ketahui bersama, untuk mencegah hal-hal yang ditolak dan menemukan hal-hal yang sesuai membutuhkan perasaan ditolak dan hal-hal yang cocok.
Al-Razi juga membagi jiwa manusia dalam 3 jenis, yaitu al-nafs al-nathiqah al-ilahiyah (jiwa rasional dan ilahiah), al-nafs al-ghadabiyah wa al-hayawaniyah (jiwa emosional dan kehewanan), dan al-nafs al-nabatiyah wa al-namiyah wa al-syahwaniyah (jiwa vegetatif, tumbuhan, dan syahwat).
Sensasi indrawi yang diyakini dapat memengaruhi proses mental dan gejolak emosi yang berlebihan dapat memengaruhi aspek fisik. Dalam sebuah kisah, al-Razi pernah menyembuhkan penyakit psikosomatis di bagian punggung yang menyebabkan Gubernur Ray yaitu Sultan Mansur tidak bisa berjalan, dengan menggunakan kombinasi emosi marah dan takut untuk mengobatinya.
Al-Razi memulai pengobatan dengan meminta Sultan Mansur menyediakan kuda dan keledai, dan lalu membawanya ke luar kota menuju pemandian air panas tanpa diikuti pengawal satu pun. Ketika Sultan Mansur asyik mandi di pemandian, Al-Razi mengeluarkan sebuah pisau sembari mengancam akan membunuh Sultan Mansur.
Melihat kejadian tersebut, Sultan Mansur yang merasa sangat takut dan marah pada al-Razi langsung melompat dan lari dengan menunggangi kudanya. Sejak kejadian itu Sultan Mansur sembuh dari rasa sakitnya. Dalam hal ini, al-Razi berhasil membuktikan pendapatnya dalam pengobatan. [AR]