Nur Khalik Ridwan Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia, Gombang, Sleman; Penulis Buku Ensiklopedi Khittah Nahdlatul Ulama, Masa Depan NU, Sejarah Lengkap Wahabi, NU dan Bangsa 1914-2010: Pergulatan Politik dan Kekuasaan, dll.

Ngatawi Al-Zastrow, Membaca Realitas dan Berdakwah Melalui Seni

5 min read

Source: aceh.tribunnews.com

Al-Zastrow Ng atau Ngatawi Al-Zastrow adalah salah satu kiai muda Nahdliyin yang bergiat mengembangkan nilai-nilai Khittah NU di dunia kesenian. Ia mendirikan Ki Ageng Ganjur, grup musik yang digunakan untuk dakwah dan menjadi alternatif para generasi baru muslim, di antara grup-grup musik santri lain yang berkembang di kalangan santri.

Figur Al-Zastrow mampu mengorganisir komunitas musik untuk para santri urban, dan kiprahnya itu semakin memperbanyak referensi guru para Nahdliyin dan santri yang bergelut di dunia kesenian, misalnya Slamet Gundono (wayang dan musik), Nasirun (Lukisan), Kang Thohari (sastra/novel), D Zawawi Imran, Acep Zamzam Noor, dan beberapa yang lain.

Al-Zastrow Ng adalah nama panggung ketika bermain musik, melawak atau menjadi MC, sedangkan nama aslinya adalah Ngatawi, lahir pada 27 Agustus 1966 di sebuah kampung santri, di Pati. Ayahnya bernama Sutarip dan ibunya bernama Sulasih (Hj. Siti Aminah).

Semenjak kecil Al-Zastrow Ng hidup dalam lingkungan tradisi kampung Nahdliyin dan pesantren. Sekolah formalnya dimulai dari Madrasah Ibtidaiyah (lulus 1977), kemudian setingkat SMP di Madrasah Tsanawiyah (lulus 1983), dan setingkat SMA di Madrasah Aliyah (lulus 1986), yang semuanya di Pati. Setelah itu meneruskan kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada Fakultas Tarbiyah (lulus 1999); dilanjutkan S2 di sosiologi Universitas Indonesia (lulus 2002); dan S3 juga di jurusan sosiologi Universitas Indonesia (lulus 2009).

Antara periode 1975-1988, selain sekolah formal, Al-Zastrow juga nyantri di beberapa Pondok pesantren, dan meguru kepada banyak kiai, di antaranya: di Pesantren Raudutul Ulum, Guyangan Trangkil, mengaji kepada KH. Suyuthi Abdul Qadir, KH. Mas`ud, Kiai Asmui, KH. Samun, dan beberapa kiai lainnya. Selain itu, Al-Zastrow juga pernah di Pesantren Miftahul Huda mengaji kepada KH. Mujib Sholeh dan KH. Masyuri Bishri; dan di Pesantren Darussalam, Kauman, Tayu, Pati, ngaji kepada KH.Abdullah Nursalam; dan di Pesantren Tambakberas Jombang ngaji kepada KH. Nasrullah. Al-Zastro juga ngaji tasawuf kepada KH Taufiq di PP At-Taufiq Wonopringgo, Pekalongan.

Beberapa kitab yang pernah dibaca selama ngaji itu, menurut pengakuannya, adalah berbagai kitab standar di pesantren, seperti ilmu alat, fiqh, tauhid, dan tafsir, misalnya Nahwu Wadhih, Al-Ajrumiyah, Imrithi, Nazham Maqshud, al-Kailani, Amtsilatut Tashrifiyah, Alfiyah, Aqidatul Awam, Tafsir al-Jalalain, Ta’limul Muta`alim, Sullamut Taufiq, Safinah, Taqrib, Fathul Muin, Jauharul Maknun, dan banyak kitab yang lain.

Ketika menjadi mahasiswa di Yogyakarta, Al-Zastrow bergabung dengan PMII dan pernah menjadi ketua SMI (Senat Mahasiswa Institute) di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1992-1994), dan mengorganisir demonstrasi-demonstrasi di kampus itu.

Selain menjadi aktivis, Al-Zastrow juga menekuni dunia tulis menulis, dan tulisannya banyak dimuat diberbagai media lokal dan nasional. Dia juga bergiat di LKiS, bersama sahabat-sahabat seangkatannya. Sejak mahasiswa, orasinya membikin kocak dan sangat digemari di kalangan mahasiswa. Semasa kuliah, ia juga sempat jualan koran, jaga toko, dan ngamen di jalanan.

Baca Juga  5 Tokoh Ilmuwan Muslim dalam Bidang Psikologi Islam dan Pemikirannya

Selain itu, ketika mahasiswa, Al-Zastrow juga pernah menjadi Ketua Korp Dakwah Mahasiswa IAIN Sunan Kaljaga Yogyakarta (1989-1992); Presidium Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta (FKMY, 1990-1994); menjadi Presidium dan Pendiri Korp Mahasiswa Pro Demokrasi (KMPD, 1989-1995); menjadi anggota Presidium Dewan Seniman Muda Yogyakarta (1989-1992); dan setelah menjadi ketua Senat Mahasiwa Institute, Al-Zastrow ke Jakarta bergabung menjadi Pengurus PB PMII (1994-2000).

Al-Zastrow kemudian terlibat dalam mengorganisir kebudayaan secara lebih luas, dan menjadi Wakil Sekretaris Forum Silaturrahmi Raja-Raja se-Nusantara (2003 -2009); kemudian terlibat dalam Presidium Solidaritas Indonesia (SOLID, 2004-2008); Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) NU (1999-2004); menjadi Ketua PP Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (LESBUMI) PBNU (2004-2015); dan menjadi Concillor UNIMA (union international d’lamarionette/Paguyuban Wayang Internasional) antara 2010-2018.

Al-Zastrow juga pernah menjadi Asisten Pribadi KH. Abdurrahman Wahid tahun (1989-1998). Kedekatannya dengan Gus Dur, di antaranya pernah menemani Gus Dur berobat ke Amerika Serikat. Ihwal al-Zastrow menjadi asisten Gus Dur, bermula dari kehidupannya sebagai aktivis. Hal ini dimulai ketika ia melakukan advokasi terhadap rakyat di waduk Kedung Ombo, Boyolali.

Al-Zastrow saat itu mengaku menjadi salah satu target penguasa untuk dibunuh, sehingga ia minta tolong ke berbagai kalangan. Akhirnya al-Zastrow bertemu dengan Gus Dur. Dari situ, kemudian Al-Zastrow mulai akrab dengan Gus Dur, melakukan dialog, dan bertukar pikiran.

Al-Zasrtro menganggap Gus Dur sebagai guru untuk belajar menata pikiran, membaca realitas, dan kehidupan masyarakat. Salah satu pembelaan terhadap Gus Dur, salah satunya dia lakukan dengan menulis buku Gus Dur Siapa Sih Sampeyan? Tafsir Retorik atas Tindakan dan Pernyataan Gus Dur.

Selain itu, Al-Zastrow juga pernah menjadi peneliti pada Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Yogyakarta (1993-1999); Trainer untuk pelatihan Pengembangan Sumberdaya Manusia pada Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LKPSM) Yogyakarta (1994-1996); Peneliti dan trainer untuk pelatihan Demokrasi, HAM dan Gender pada Lembaga Kajian dan Layanan Informasi untuk Rakyat (KLIKR) Yogyakarta (1998-2001); Peneliti sosial, budaya dan agama pada Institut for Indonesian Sociology (INDOS) (2005-2008); Anggota tim Sosialisasi Wawasan Kebangsaan Ditjen Kesbangpol Depdagri (2005-2008); Tenaga Ahli Utama Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) (2017-2018).

Baca Juga  KHR. Ahmad Al Hadi bin Dahlan Al-Falaky: Syair Semangat Beragama, Nasionalisme, dan Persaudaraan

Pekerjaan yang pernah dilakukan, di antaranya: menjadi dosen luar biasa Program Pascasarjana Universitas Indonesia (2008-2010); Dosen Pascasarjana STAINU Kebumen (2013-2015); Dosen Pascasarjana UNU/STAINU Jakarta (2013-sekarang); Pengarah acara berbagai program TV dan Host Acara dialog di beberapa stasiun TV; menjadi Komisaris pada PT Arzast Media Utama; dan anggota tim perumus dan sosialaisasi Wisata Syariah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2012-2014).

Ki Ageng Ganjur, grup musik yang melambungkan namanya, dibentuk bersama sahabat-sahabatnya di Yogyakarta. Grup musik ini, menarik minat sebagian aktivis yang memiliki minat pada seni musik, dan grup ini, hingga kini masih sering pentas.

Pada saat didirikan Ki Ageng Ganjur, panggung seni santri di kalangan kelas menengah banyak diisi oleh Cak Nun. Akan tetapi setelah muncul Ki Ageng Ganjur, kalangan santri Nahdliyin banyak mengundang grup musik Ki Ageng Ganjur ini.

Ihwal keaktifannya di dunia seni ini, Al-Zastrow pernah mengku kepada NU Online begini: “Saya berkesenian sejak kecil. Di pesantren saya digunduli, sering disuruh nguras comberan gara-gara suka nonton musik. Itu membekas betul dalam diri saya. Bakat musik saya berkembang sejak mahasiswa saya mulai jadi pelawak, tampil di panggung, di musik.”

Selain itu, Al-Zastrow juga menyebutkan: “Darah seninya tersebut diturunkan dari kakeknya yang memang seniman. Ibunya juga senang menyanyi tetapi menjadi korban keadaan karena realitas sosial yang tak mendukung untuk mengekpresikan darah seninya. Sang ibu juga yang mengajari gending-gending dan langgam-langgam.

Ibunya memiliki kemampuan untuk mendongeng yang selalu diceritakannya sebelum tidur dengan sangat ekpresif dan teatrikal. Sebenarnya bakat seni dari orang tua tersebut juga menurun kepada saudara-saudaranya. Mereka semua pandai memainkan alat musik, tetapi semuanya terbentur oleh keadaan lingkungan.”

Karena kecimpung dalam dunia seni budaya dan agama, Al-Zastrow juga sering menjadi konsultan masalah Sosial, budaya, agama, seni, dan religi Nusantara, selain sebagai penggiat seni tradisi dan Budaya Nusantara. Al-Zastrow juga menggagas acara Silaturahmi Budaya, yaitu ngaji musik dan lagu dengan keliling di berbagai pelosok Indonesia. Dan, melalaui seni musik Ki Ageng Ganjur, menggerakkan dakwah kultural ke berbagai Negara: Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Afrika.

Selain itu, Al-Zastrow juga menulis beberapa karya, di antaranya: Gerakan Islam Simbolik, Politik Kepentingan FPI (LKiS, 2006); Politik Islam di Jawa, Walisongo dalam Sejarah Tutur Masyarakat Pesisir Jawa (Hasil Penelitian atas Sponsor dari Ford dan ATL, 1997); Paradigma Kritis Pendidikan Islam, Dekonstruksi atas Dogmatisme Pendidikan Islam (1996); Reformasi Pemikiran (LKPSM, 1998); Gus Dur Siapa Sih Sampean, Tafsir Teoritik Atas Tindakan dan Ucapan Gus Dur (Erlangga, 1999); “Kelas Ongkang-Ongkang Agama, Studi terhadap Kapitalisasi Simbol Agama Komunitas Pesantren” (Disertasi 2009); dan berbagai tulisan dalam bentuk makalah dan artikel di jurnal, media massa, dan buku-buku ilmiah.

Baca Juga  Mengenal Kiai Aniq Muhammadun

Sebagai seniman, Al-Zastrow juga melahirkan berbagai karya di antaranya: menjadi Duta budaya dalam even festival seni di Den Haag, Hongkong dan al-Jazair (2019); menjadi duta budaya Islam Nusantara ke Eropa bersama ki Ageng Ganjur (2018); pencetus pagelaran wayang Shimpony (sejak 2004); penulis skenario dan sutradara pagelaran wayang shimpony dengan lakon “Semar Nagih Janji” di TVRI Jakarta (2004 dan 2005), di Gd. Sapta Pesona, Jakarta dan di Balai Pemuda Surabaya (2006);

Penulis skenario dan sutradara pagelaran wayang simphoni dengan lakon “Ilange Jimat Kalimosodo” di GKJ Jakarta (2011); penulis skenario dan sutradara sendratari “Adeg Negoro Momong Kawulo; Reportoar Perjalanan Walisongo”, di Makam Sunan Drajad Lamongan (2007); pencetus dan pelaksana Festival Seni Religi di Salatiga tahun (2007); pencetus dan pelaksana Borobudur Spiritual Arts di Candi Borobudur (2008); penulis skenario dan sutradara sendratari “Laku Guru Sejati, Reportoar perjuangan Sunan Kalijogo”, di makam Sunan Kalijogo, Demak (2008);

Produser dan pemain film pendek “Kelas 5000-an” peraih piala citra FFI (2010); Pencetus dan pelaksana Festival Seni Tradisi, Yogyakarta (2012); penulis Skenario dan Penata laku Program “Pesantren Budaya” di TPI (2003) dan TVRI (2004); memimpin delegasi muhibah budaya Ki Ageng Ganjur ke Qatar dan Uni Emirat Arab (2009); penggagas, penulis dan pengampu program “Dendang Kisah Sufi” di TPI (2002); penulis design acara dan pengampu program “Syair Dzikir” di TVRI (2008);

Penggagas dan pelaksana even Perjalanan Spiritual ke pesantren bersama Iwan Fals (2010-2011) dan bersama SLANK (2012-2013); penulis materi dan pemandu program “Ngaji Seni Bareng SLANK” di Indosiar (2012); penggagas dan pelaksana program “Konser Religi Jelang Ramadhan” bersama para artis Ibu Kota (2007-2010); penggagas dan pelaksana program “Tadarrus Seni”, “Pengajian Budaya” dan “Dzikir Kebangsaan”; pemandu acara “Indahnya Pagi” di TVRI (2012-2014); pengulas drama serial Abad Kerjayaan ANTV; dan lain-lain.

Dalam menjalani aktivitasnya sebagai penggerak seni dan dunia kesenian, al-Zastrow mengimbanginya, dengan berbagai wirid, di antaranya Hizib Ghozali dari Kiai Nasrullah Tambakberas, Hizib Bahr dari Gus Amin Hamid Kajoran; dan beberapa wirid dari Habib Ahmad bin Ismail Alaydrus.

Al-Zastrow tinggal di Jakarta, didampingi seorang istri dari Jombang, bernama Arifatul Choiriyah F, yang berdarah Jawa-Madura; dan sekaligus sering menjadi pembawa acara di konser Ki Ageng Ganjur. [MZ]

Nur Khalik Ridwan Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia, Gombang, Sleman; Penulis Buku Ensiklopedi Khittah Nahdlatul Ulama, Masa Depan NU, Sejarah Lengkap Wahabi, NU dan Bangsa 1914-2010: Pergulatan Politik dan Kekuasaan, dll.