Ali Abdur Raziq merupakan seorang pembaharu Mesir, yang setiap pemikirannya tidak lepas dari perkembangan keagamaan, dan sosial politik umat islam, termasuk di Mesir. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh sistem liberal Barat. Dalam karyanya al-Islam wa Usul al-Hukm: Bahs fi al-Khilafah wa al-Hukumah fi al-Islam, termasuk pembahasan tentang pandangannya mengenai wajibnya khilafah bagi sebagian besar ulama pada masa itu. Ali Abdur Raziq menyinggung bahwa khilafah bukan suatu kewajiban dalam islam.
Ali Abdur Raziq mengawali mendefinisikan khilafah identik dengan imamah, yaitu suatu pola pemerintahan di kekuasaan tertinggi pada seorang kepala negara atau pemerintahan dengan sebutan khalifah dan merupakan pengganti Nabi Muhammad SAW dengan kewenangan mengatur kehidupan serta urusan setiap masyarakat, baik keagamaan maupun dunia yang wajib bagi umat untuk patuh dan taat sepenuhnya (Muhammad Iqbal dan Amien Husein Nasution, 2010).
Ali Abdur Raziq dalam hal ini menolak terhadap kewajiban khilafah yang merujuk pada tugas Nabi Muhammad SAW yang hanya berkewajiban untuk menyampaikan risalah, bukan sebagai raja atau pemimpin dari suatu negara. Meskipun memang Nabi pernah membentuk negara, namun Nabi Muhammad SAW tidak memiliki perangkat-perangkat pemerintahan, dan tidak mengenal sistem pemerintahannya. Maka sistem khilafah ini menjadi hal baru seusai masa Nabi Muhammad SAW.
Adapun bukti lainnya menurut Ali Abdur Raziq bahwa Nabi Muhammad SAW bukan pemimpin politik atau kepala Negara. Pertama, Nabi tidak pernah memberikan petunjuk mengenai sistem pemerintahan kepada umatnya. Kedua, Nabi tidak pernah mencampuri urusan politik kabilah Arab. Ketiga, Nabi juga tidak pernah melakukan aktifitas kenegaraan, seperti memecat gubernur, mengeluarkan peraturan terkait pertanian, industri, perdagangan dan sebagainya.
Anggapan Ali Abdur Raziq terhadap Nabi Muhammad SAW adalah pembawa risalah dipertegas dengan mengutip ayat Al-Qur’an, Surah al-Furqan (56) sebagai berikut:
وَمَاۤ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا مُبَشِّرًا وَّنَذِيْرًا (٥٦)
Artinya: “Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan”.
Perlu diketahui, para ulama menyerukan bahwa umat Islam dapat maju jika meniru cara pemerintahan dari kepemimpinan khulafaurrasyidin. Namun, Ali Abdur Raziq tetap mempertahankan argumennya terkait khilafah ini. Adapun beberapa ulama yang mewajibkan adanya lembaga khilafah, termasuk pembaharu yang pemikirannya mendapatkan pengaruh dari kitab Ihya Ulum Al-Din milik Al-Ghazali, sekaligus ulama dari Al-Azhar yaitu Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, ia mendasarkan pada Q.S. An-Nisaā’ ayat 59, sebagai berikut:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَ طِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُ ولِى الْاَ مْرِ مِنْكُمْ ۚ فَاِ نْ تَنَا زَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَا لرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَـوْمِ الْاٰ خِرِ ۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا (٥٩)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari adanya dasar tersebut, Ali Abdur Raziq mengkritik dengan menegaskan perihal ulil amri yang merupakan para tokoh umat Islam yang hidup pada masa Nabi Muhammad SAW dan setelahnya yakni para khalifah, hakim, komandan pasukan perang, dan para pemuka agama (Mulia, 2011). Namun, hal ini tidak dapat dijadikan alasan bahwa Nabi Muhammad SAW mewajibkan umatnya mendirikan lembaga khilafah. Selain itu juga, dasar dari hadist tentang pemimpin berasal dari suku Quraisy tidak dijadikan alasan kewajiban mendirikan khilafah.
Dalam Al-Qur’an tidak satu pun ayat menegaskan bahwa sistem pemerintahan tertentu diharuskan untuk dianut oleh umat Islam. Meski demikian, dalam Islam terdapat ajaran yang menjelaskan perihal prinsip-prinsip bermasyarakat, kerja sama, toleransi, dan sebagainya. Ali Abdur Raziq menolak keyakinan sebagian besar umat Islam mewajibkan mendirikan lembaga khilafah, karena bagi Ali Abdur Raziq, agama Islam tidak mengenal lembaga khilafah.
Namun pada akhirnya Ali Abdur Raziq tidak memerintahkan serta tidak melarang untuk mendirikan khilafah. Hal ini tergantung pertimbangan setiap manusia sebagaimana masalah-masalahnya yang dihadapi. Nampaknya ia lebih mendasarkan pada situasi dan kondisi yang acapkali berubah sesuai zamannya, sehingga di era awal modern sistem khilafah tidak cocok untuk kondisi waktu itu.