Jalan Terjal Program Vaksinasi Covid-19 di Indonesia

2 min read

kementerian Kesehatan

Program vaksinasi di Indonesia masih menemui banyak jalan terjal meski telah dilakukan lebih dari satu semester. Ragam jalan terjal yang menghambat program vaksinasi covid-19 di Indonesia antara lain: (1) Kurangnya pemahaman masyarakat tentang vaksinasi; (2) Hoax atau berita bohong tentang vaksinasi yang beredar secara masif; (3) Doktrin agama yang menentang upaya vaksinasi; dan (4) Konstruksi gender.

Perihal kurangnya pemahaman masyarakat tentang vaksinasi, ditanggapi dengan apik oleh direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah. Dia mengatakan, bahwa dalam upaya sosialisasi program vaksinasi, hendaknya sosialisator menggunakan istilah yang dipahami oleh masyarakat. Tidak jarang mereka yang menolak vaksinasi, berubah pikiran saat dijelaskan bahwa vaksinasi adalah sejenis imunisasi untuk dewasa. Ternyata, pemahaman imunisasi jauh lebih mudah dimengerti oleh masyarakat daripada istilah vaksinasi.

Beredarnya hoax atau kabar bohong tentang covid-19 di Indonesia juga menjadi salah satu dari ragam jalan terjal yang menghambat program vaksinasi covid-19 di Indonesia. Dari yang mengatakan bahwa pandemi covid-19 adalah sebuah konspirasi jahat yang diatur oleh negara, masyarakat dengan komorbid dilarang mengikuti vaksinasi, efek samping dari vaksinasi, hingga kabar bohong tentang terapi dan obat alternatif covid-19, seperti minum air kelapa muda dengan campuran tertentu, minum larutan minyak kayu putih, menghirup uap air panas, dan minum susu dengan merek tertentu.

Meskipun sudah berulang kali disampaikan oleh pihak pemerintah, bahwa covid-19 adalah murni pandemi yang menyerang seluruh dunia, bukan hanya Indonesia. Juru bicara Covid-19 dari Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmidzi juga mengatakan bahwa masyarakat dengan komorbid justru menjadi prioritas dalam program vaksinasi. Hal ini dikarenakan, masyarakat dengan komorbid jika terpapar covid-19 dalam keadaan belum divaksin, maka akan lebih beresiko daripada masyarakat tanpa komorbid.

Baca Juga  Demokrasi dalam Praktik Pluralisme di Indonesia

Terkait tentang efek samping dari vaksinasi yang katanya dapat menyebabkan kematian, tentu saja hal ini dibantah dengan tegas oleh Nadia. Vaksinasi tidak menyebabkan kematian, hanya beberapa akan mengalami KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), seperti demam, pegal, pusing, lelah, dan mual. Dimana kesemua ini tidak bersifat permanen dan akan hilang dalam waktu yang tidak lama.

Menurut pengalaman Dr. Kartini Sjahrir, ketua Perempuan Pejuang Bravo Lima, berdasarkan keterangan dokter yang merawatnya, konsumsi obat sebelum vaksinasi dan sesudah vaksinasi seperti obat penghilang nyeri, dan penurun demam diperbolehkan. Kurangnya literasi kepada perempuan menjadi jalan terjal lain dalam upaya vaksinasi. Di mana perempuan cenderung memilih jamu-jamuan sebagai pengganti upaya vaksinasi.

Jamu memang mempunyai efek yang baik, namun butuh waktu yang lama untuk mendapatkan efek itu, sedangkan dalam upaya penanganan covid-19, kecepatan reaksilah yang dicari maka vaksinasi menjadi salah satu pilihannya, tukas dr. Nadia. Jalan terjal lainnya adalah kehalalan vaksin yang sempat dipertanyakan oleh masyarakat muslim di awal programnya. Namun setelah MUI tegas menyatakan bahwa vaksin aman dan halal, diikuti oleh sebagian besar ulama yang telah melakukan vaksinasi, maka jalan terjal ini mampu dilalui.

Jalan terjal vaksinasi lainnya adalah konstruksi gender yang ada saat ini menurut dr Retty Ratnawati, dari Komnas Perempuan, mengatakan bahwa perempuan sebagai garda terdepan dalam penanganan covid-19 semestinya mendapatkan prioritas dalam program vaksinasi. Dia melihat bahwa perempuan masih dinomorduakan dalam program vaksinasi karena status mereka sebagai ibu rumah tangga.

Hal ini juga disampaikan oleh Dr. Kartini, yang mengatakan bahwa hari ini, ranah domestik yang dibebankan kepada perempuan, telah menjelma menjadi ranah publik. Melihat selama pandemi berlangsung, WFH (Work From Home) diberlakukan, begitu juga dengan sekolah anak-anak, semua ini menjadikan peran ibu di rumah menjadi lebih banyak dari sebelumnya, maka wajar jika para ibu mendapatkan prioritas utama dari program vaksinasi.

Baca Juga  Indonesia dan Polemik Legalisasi LGBT

Dr. Retty juga memaparkan kasus transpuan yang masih belum dapat mengikuti vaksinasi, dikarenakan gender mereka belum diakui oleh pemerintah, maka Komnas Perempuan membuka kanal aduan bagi transpuan, agar mendapatkan kesamaan hak dalam memperoleh vaksinasi sebagai solusi.

Merespon hal ini, dr. Nadia menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan upaya prioritas vaksinasi bagi kelompok rentan, seperti perempuan, transpuan, ibu hamil, masyarakat dengan komorbid dan lansia. Meski kendala yang terjadi hari ini ada pada ketersediaan vaksin itu sendiri. Namun, hingga hari ini pemerintah masih terus berupaya mengamankan vaksin bagi masyarakat Indonesia.

Dr. Nadia juga mengingatkan agar masyarakat waspada terhadap oknum yang memperjualbelikan vaksin dengan merek tertentu, karena vaksin hanya diadakan oleh pemerintah dan tidak diperjualbelikan kepada pihak swasta. Sebagai penutup, Dr. dr. Aril Panggabean dari Akar Ilmiah yang juga seorang peneliti imunologi menekankan, hari ini protokol kesehatan yang harus dilakukan masyarakat adalah 6M, yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, dan melakukan vaksinasi. (mmsm)