Berbagai model mendidik anak dapat mudah kita jumpai dan pelajari di era digital ini, namun harus selalu diingat bahwa mendidik anak harus berorientasi akhirat sebab dunia fana ini hanya tempat lewat menuju kehidupan kekal di akhirat. Agar kita mampu mempertanggungjawabkan posisi kita sebagai orang tua kelak, maka kita harus senantiasa ingat tiga hal yang disabdakan oleh Nabi
عن علي بن أبي طالب قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَدِّبُوْا اَوْلَادَكُمْ عَلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ : حُبِّ نَبِيِّكُمْ وَحُبِّ اَهْلِ بَيْتِهِ وَ قِرَأَةُ الْقُرْأَنِ فَإِنَّ حَمْلَةَ الْقُرْأَنُ فِيْ ظِلِّ اللهِ يَوْمَ لَا ظِلٌّ ظِلَّهُ مَعَ اَنْبِيَائِهِ وَاَصْفِيَائِهِ
Dari Ali ra. ia berkata: Rasulullah bersabda: “Didiklah anak-anak kalian dengan tiga macam perkara, yaitu; mencintai Nabi kalian dan keluarganya serta tilawah Al-Qur’an, karena sesungguhnya orang yang menjunjung tinggi Al-Qur’an akan berada di bawah perlindungan Allah, di waktu tidak ada perlindungan selain perlindungan-Nya bersama para Nabi dan kekasihNya”
Hadis ini memang tergolong Hadis Dhaif, sebab dalam sanadnya ada Shalih b. Abi al-Aswad dan Ja’far b. al-Shadiq yang diingkari hadis-hadisnya oleh Ulama ahli Jarh wa Ta’dil. Namun demikian bahwa isi dari matan Hadis di atas tidak bertentangan dengan pokok ajaran syariah dan bahkan sesuai.
Mencintai Nabi adalah syarat keimanan sempurna, sebagaimana Nabi saw. bersabda:
(عن أنس بن مالك انّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أحَدُكُمْ، حتَّى أكُونَ أحَبَّ إلَيْهِ مِن والِدِهِ ووَلَدِهِ والنَّاسِ أجْمَعِينَ (رواه البخاري
Dari Anas b. Malik sesungguhnya Nabi saw bersabda: “Tidak seorang pun di antara kalian beriman (dengan iman yang sempurna) sampai aku (Nabi Muhammad) lebih dicintainya daripada anaknya, orangtuanya, dan seluruh umat manusia”.
Dalam hadis lain dalam Sahih Bukhari juga disebutkan:
عن عبدالله بن هشام قال كُنَّا مع النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ وهو آخِذٌ بيَدِ عُمَرَ بنِ الخَطَّابِ، فَقالَ له عُمَرُ: يا رَسولَ اللَّهِ، لَأَنْتَ أحَبُّ إلَيَّ مِن كُلِّ شيءٍ إلَّا مِن نَفْسِي، فَقالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: لَا، والذي نَفْسِي بيَدِهِ، حتَّى أكُونَ أحَبَّ إلَيْكَ مِن نَفْسِكَ فَقالَ له عُمَرُ: فإنَّه الآنَ، واللَّهِ، لَأَنْتَ أحَبُّ إلَيَّ مِن نَفْسِي، فَقالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: الآنَ يا عُمَرُ. رواه البخاري
Dari Abdullah b. Hasyim ra., ia berkata: “Kami pernah bersama Rasulullah dan beliau memegang tangan Umar bin Khattab. Lalu Umar berkata; “Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku sendiri.” Kemudian Rasulullah berkata; “Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, (imanmu belum sempurna) hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian Umar berkata; “Sekarang, demi Allah, engkau (Rasulullah) lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Rasulullah berkata; “Saat ini pula wahai Umar (imanmu telah sempurna).
Dua Hadis Sahih di atas menunjukkan pentingnya mencintai kanjeng Nabi melebihi siapapun dan apapun, sehingga wajib bagi kita mengajarkan anak-anak kita untuk dapat mengenal Nabi dan mencintainya. Mengenalkan kepribadian Nabi saw diharapkan agar beliau menjadi idola hingga akhlak, adab dan sunnah-sunnah mulia yang beliau miliki dapat ditiru, demikian akan menimbulkan cinta dan bahkan pada beliau.
Mencintai keluarga Nabi menjadi perkara kedua yang perlu diajarkan pada anak-anak kita. Kita mengamini bahwa keluarga beliau dan keturunannya masih ada hingga kini dan mencintai mereka dapat dikatakan sebagai perkara yang wajib.
Kanjeng Nabi bersabda:
“أنا تاركٌ فِيكم ثَقلينِ: أوَّلهما: كتابُ الله، فيه الهُدى والنُور؛ فخُذوا بكتاب الله، واستمسِكوا به،” فحثَّ على كِتاب الله ورغَّب فيه، ثم قال: “وأهلُ بَيْتي، أُذكِّركم اللهَ في أهلِ بيتي، أُذكِّركم اللهَ في أهل بيتي، أُذكِّركم الله في أهلِ بَيتي” رواه مسلم
“Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: pertama, Al-Qur ‘an yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Alqur’an dan berpeganglah. Sepertinya beliau (kata sahabat Zaid b. Arqam ra. perawi Hadis ini) sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Al-Qur’an. Lalu beliau berkata: “(yang kedua adalah) keluargaku, aku ingatkan kepada kalian semua agar berpedoman kepada Allah dalam memperlakukan keluargaku, aku ingatkan kepada kalian semua agar berpedoman kepada Allah dalam memperlakukan keluargaku, aku ingatkan kepada kalian semua agar berpedoman kepada Allah dalam memperlakukan keluargaku”.
Dalam Mu’jamnya Imam Tabrani disampaikan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعَمِهِ ، وَأَحِبُّونِي لِحُبِّ اللَّهِ ، وَأَحَبُّوا أَهْلَ بَيْتِي لِحُبِّي “
Dari Ibn Abbas ra. ia berkata: Nabi bersabda; “Cintailah Allah karena kenikmatan yang Dia berikan kepada kalian, dan cintailah aku atas dasar cinta kepada Allah serta cintailah keluargaku atas dasar cinta kepadaku”.
Sebagaimana tersurat dalam QS. al-Shūrā : 23
قُل لَّا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ ۗ
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”.
Oleh karena itu sahabat Abu Bakar ra. sebagai figur yang mempunyai kedudukan mulia di sisi kanjeng Nabi dan pemilik maqam siddiqiyyah al-kubra serta tauladan kita semua dalam mencintai kanjeng Nabi dan keluarga beliau pernah berkata dalam Sahih Muslim:
وَالَّذِي نَفْسِي بيَدِهِ، لَقَرَابَةُ رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ أَحَبُّ إلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِن قَرَابَتِي
“Demi Dzat yang mana jiwaku dalam kekuasaannya, sungguh menyambung silaturrahim dengan kerabatnya Rasulillah itu lebih saya sukai dari pada menyambung silaturrahim dengan kerabatku sendiri”.
Para kerabat, keluarga dan keturunan Nabi memang bukan figur-figur yang ma’shum, namun beliau-beliau adalah figur istimewa sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. al-Ahzāb : 33
إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”
Dalam hal ini, para kiai misalnya seperti K.H. Maimun Zubair pernah dawuh, “jangan sampai berani menghina Sayid (keturunan Nabi). Bagaimanapun ada darah Kanjeng Nabi pada mereka, kalau tidak suka, anggap saja seperti sobekan Qur’an. Yang namanya sobekan, tidak bisa dibaca. Tapi, jika ditelantarkan/dihina, jelas haram…”
Kemulian Ahli Bait Nabi tidak dapat dipungkiri dan mencintai mereka termasuk kewajiban. Maka mengajarkan anak-anak kita berlaku sopan, hormat dan cinta pada mereka tentu akan menyenangkan baginda Nabi. Termasuk jalan kongkrit menuju cinta Nabi adalah mencintai para Ahli Bait.
Mengajarkan Alquran menjadi pokok ketiga yang harus dilakukan kita sebagai orang tua pada anak-anak. Tidak hanya sekedar mengajari membaca namun juga makna yang terkandung di dalamnya.
Dengan mengajarkan dan menekankan pada tiga hal di atas, tentu anak-anak kita akan menjadi pribadi-pribadi yang menentramkan kita di usia senja. Bahkan, hisab kita di akhirat akan ringan sebab kita telah mendorong dan mendidik keturunan yang menjadi tanggungjawab kita pada hal yang diwasiatkan oleh kanjeng Nabi. [AA]