Majunya zaman menciptakan berbagai kemudahan dalam kehidupan. Akan tetapi, tantangan manusia untuk terus bertahan menjadi lebih berat dan menekan. Manusia dituntut serba bisa dengan cepat agar tidak tertinggal dan di akui keberadaanya. Permasalahan mental berkembang dalam senyap seiring dengan kondisi biologis yang kelelahan.
Kesehatan mental diartikan sebagai kondisi saat individu dalam keadaan sejahtera, menyadari potensi diri, mampu mengatasi permasalahan dalam sehari-hari, produktif dan bermanfaat bagi sekitarnya.
Dari definisi tersebut jelas butuh adanya fisik yang sehat untuk menunjang mental yang kuat, dan begitupun sebaliknya, karena ketidakseimbangannya akan menimbulkan masalah baru yang disebut dengan penyakit psikosomatik.
Dalam Islam kesehatan mental dan biologis sebenarnya telah banyak disinggung, salah satunya dalam kutipan Arab “al-‘aqlu as-salim fi jismi salim”, yang artinya “akal yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat”. Sayangnya, perhatian pada masalah mental sering terabaikan karena masih banyak masyarakat yang menganggap tabu persoalan tersebut.
Dalam konteks ini, ternyata topik kesehatan mental sendiri telah lama diusung oleh berbagai ilmuwan, salah satunya ilmuwan muslim Abu Zayd Ahmad Ibn Sahl al-Balkhi. Beliau menawarkan pemahaman terkait kesehatan mental dengan penggabungan pemikiran ilmiah dan nilai-nilai agama serta menyetarakan kesehatan mental dan biologis pada urgensi yang sama.
Kesehatan Mental Perspektif al-Balkhi
Kesehatan mental yang baik mendorong manusia untuk mampu mengelola kemampuan dirinya agar serasi dengan fungsi kejiwaan, memahamai dengan baik terkait dirinya sendiri maupun lingkungan dan orang-orang di sekitarnya berlandaskan Al-Qur’an dan sunah yang mampu membawa pada kebahagiaan dunia dan juga akhirat.
Namun, ternyata sejahtera secara jiwa saja tidak cukup untuk menyempurnakan konsep kesehatan mental pada diri individu. Perlu adanya peran fisik yang menyalurkan ide-ide positif dalam jiwa agar manfaatnya dirasakan bersama. Perlu fisik yang membantu mendorong jiwa mampu mengendalikan suasana hati, pikiran, dan emosi agar tidak jatuh pada perilaku buruk.
Al-Balkhi sangat menekankan bahwa adanya keseimbangan antara jiwa dan badan. Menurutnya, kontruksi manusia terdiri dari aspek jasmani dan rohani. Apabila salah satunya bermasalah maka akan saling memengaruhi. Dalam psikologi masalah ini disebut “psikosomatik”: gangguan mental yang dipengaruhi masalah fisik.
Al-Balkhi mengkaji beragam penyakit yang secara langsung berkaitan antara fisik dan jiwa sebagaimana yang telah ia bahas dalam karya tulisnya Masalih al-Abdan wa al-Anfus. Dalam karyanya, al-Balkhi menjelaskan bahwa menjaga kesehatan badan meliputi pemenuhan segala standar mulai dari menjaga kesehatan lingkungan, menjaga kebersihan tempat tinggal, air dan udara.
Kesehatan badan yang bermasalah tidak sedikit dipengaruhi oleh adanya kesalahan prinsip-prinsip desain lingkungan. Oleh karena itu, hal ini sangat penting diperhatikan untuk meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan tempat tinggal.
Sedangkan terkait kesehatan mental, al-Balkhi menjelaskan untuk menjadi individu yang sehat perlu menjaga suasana hati dan kesehatan pikiran. Hakikatnya, perasaan yang dirasakan sebenarnya datang dan dikendalikan oleh pikiran manusia sendiri. Menurut al-Balkhi, menjaga kesehatan mental dapat dilakukan dari aspek internal (strategi manajemen diri) dan eksternal (dukungan sosial atau obat-obatan dokter).
Al-Balkhi berargumen jika kontruksi manusia terdiri dari jasmani dan rohani yang saling terikat, maka tidaklah dikatakan seseorang sehat jika tidak terdiri dari jasmani dan rohani. Lebih lanjut dia mengatakan:
“Jika badan sakit, jiwa pun akan banyak kehilangan kemampuan kognitifnya dan tidak dapat merasakan kenikmatan hidup. Jika jiwa sakit, badan pun kehilangan keceriaan hidup dan bahkan badannya pun dapat jatuh sakit.”
Dalam gagasannya, al-Balkhi melandaskan setiap pemikirannya berdasarkan Al-Qur’an dan hadis yang memiliki pembahasan terkait dengan kesehatan dan penyakit jiwa. Di antaranya itu dalam hadis Nabi: “Ketauhilah! Sesungguhnya dalam badan manusia itu ada segumpal daging. Apabila ia baik, maka seluruh badannya akan baik. Tetapi jika ia rusak, maka rusaklah seluruh badannya. Ketauhilah bahwa (segumpal daging) itu adalah kalbu.” (HR. Bukhari)
Sebagai muslim, selain tahu cara menjaga kesehatan mental, juga wajib memiliki keimanan sebagai dasar kekuatannya. Adanya keteguhan iman dalam diri manusia mampu memotivasi lebih kuat untuk meningkatkan kesadaran diri dan terus menjalani kehidupan, bangkit dari kegagalan sampai akhir takdir yang ditentukan. Alasan ini merujuk pada gagasan al-Balkhi terkait dengan kekuatan keimanan.
Dengan iman manusia akan lebih tenang karena sadar bahwa setiap penyakit yang menimpa datang dari Allah dan pasti akan ada obatnya; memahami dan iklas terkait adanya ketentuan Allah; dan menumbuhkan sikap optimisme dalam diri karena yakin bahwa setiap rasa sakit memiliki hikmah di baliknya.
Maka dari itu, seorang muslim wajib menempa keteguhan iman di dalam hatinya serta memperkaya pengetahuan dan keyakinannya serta meningkatkan kesadaran bahwa sehat merupakan gerbang awal kebahagiaan yang mana berkaitan dengan seluruh aspek internal maupun eksternal manusia. Hal tersebut dapat rusak apabila manusia abai atau berlebihan pada salah satunya. [AR]