Mengulik Aspek Sufisme dalam Kehidupan Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyah adalah sosok yang bangga menjadi pengikut tarekat Qadariyah yang berafiliasi pada sosok Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jailani.
Ibnu Taimiyah adalah sosok yang bangga menjadi pengikut tarekat Qadariyah yang berafiliasi pada sosok Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jailani.

Selain tipologi Tasawuf Sunni dan Falsafi, khalayak Muslim mengenal istilah Neo-Sufisme atau tasawuf modern. Beberapa akademisi seperti R.S. O’Fahey dan B. Radtke mengkritik istilah ini. Lalu, apakah lebih tepat menyebut Neo-Sufisme sebagai Tasawuf Salafi?

Kaum puritan selalu mengklaim bahwa satu-satunya pemahaman terhadap ajaran Islam yang autentik adalah pemahaman versi mereka. Sikap eksklusif seperti itu mendorong terbentuknya perilaku antagonistik kaum Wahhabi terhadap sesama Muslim.

Berbeda dengan Fazlur Rahman yang mengajukan tipologi neo-sufisme, beberapa akademisi seperti Muhammad Mustafā Hilmī, dkk justru menginventarisir posisi sufisme Ibnu Taimiyyah di luar tipologi tasawuf Sunnī dan Falsafī, yakni “Tasawuf Salafi”
![Ibnu Taimiyyah, Pemikiran Sufistiknya “Jarang” Diakui oleh Pengagumnya [Bag 3-habis]](https://arrahim.id/wp-content/uploads/2020/06/9990213.png)
Ibnu Taimiyyah selalu menegaskan kewajiban mengutamakan syariat dalam mentradisikan praktik sufistik.
![Ibnu Taimiyyah, Pemikiran Sufistiknya “Jarang” Diakui oleh Pengagumnya [Bag 2]](https://arrahim.id/wp-content/uploads/2020/06/9990213.png)
Ovamir Anjum berpendapat bahwa Ibnu Taimiyyah mendukung tasawuf tanpa mistisisme. Baginya, Ibnu Taimiyyah ingin memulihkan tradisi tasawuf yang paling awal dan autentik yang didasarkan pada al-Qur’ān dan Sunnah.
![Ibnu Taimiyyah, Pemikiran Sufistiknya “Jarang” Diakui oleh Pengagumnya [Bag 1]](https://arrahim.id/wp-content/uploads/2020/06/9990213.png)