Alif dan Mim (14-Tamat): Rencana Tuhan Siapa Yang Tahu
Pengabdian pertama seorang calon ayah kepada anak-anaknya adalah memilihkan calon ibu yang baik buat anak-anaknya nanti. Dan.. Aku ingin memilihmu
Pengabdian pertama seorang calon ayah kepada anak-anaknya adalah memilihkan calon ibu yang baik buat anak-anaknya nanti. Dan.. Aku ingin memilihmu
Mim pergi begitu saja. Tanpa pamit. Bahkan sekadar memberi kabar pun tidak. Kehilangan Mim bukan perkara remeh
Cahaya pemandu di dalam hati itu terkibas-kibas angin. Ia tergoda oleh padam. Ingin sekali menyelamatkan nyalanya. Agar cinta yang sudah terbangun tidak menjadi sia-sia.
Tidak beruntung sekali nasib perasaan ini, pikirnya. Kerumitan demi kerumitan dalam hubungannya dengan Mim muncul satu demi satu.
Haiyss..! Kenyataannya tak selalu seindah harapan. Alif membanting bantalnya ke tembok. Kata siapa perempuan itu seperti bunga? kalau sedang begini rumitnya melebihi trigonometri dan aritmatika. Gembus!
Mim terngiang kembali kalimat bapaknya. Halus. Tidak memaksa, tapi mengunci. Bayangan Alif muncul menyusul. Kepada lelaki ini seharusnya dia berbagi kekuatan, mengatasi rintangan bersama dan saling meyakinkan. Namun, Alif kini menjauh. bahkan kian jauh.
Ia menurut dan tersenyum diam-diam. Tiba-tiba ada perasaan menghangat jauh di dalam hatinya.
Ia berharap secepatnya bisa sampai di Surabaya dan bertemu Mim. Segala kerumitan ini harus segera diudar.
"Aku baik-baik saja, Tapi sepertinya Alif tidak." Mim bergumam
“Saat hujan deras, irigasi di sawah harus dibereskan. Kalau sawah terendam, SPP sekolahmu, bapak bayarnya gimana, mau pakai apa?”